Langen Mandrawanara Jenis Kesenian yang Sudah Langka

Author:editorTembi / Date:18-02-2015 / Istilah Langen Mandrawanara dapat diartikan sebagai langen= bersenang-senang/hiburan, mandra = banyak, dan wanara= kera. Dari istilah ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Langen Mandrawanara adalah seni pertunjukan yang banyak menampilkan peran kera dan menyenangkan hati.

Anoman dikeroyok raksasa Wilkataksini bersama anak buahnya, difoto: Selasa, 10 Februari 2015, foto: a.sartono
Anoman dikeroyok raksasa Wilkataksini bersama anak buahnya

Sama seperti seni pertunjukan (tari) klasik lainnya, kesenian tari Langen Mandrawanara merupakan salah satu seni tari klasik yang langka. Jenis kesenian ini mungkin bisa dikatakan hampir punah. Kecuali jarang dipentaskan, para pelaku (penari) Langen Mandrawanara juga mulai jarang. Mungkin secara khusus bisa disebutkan bahwa komunitas pelestari kesenian jenis ini hanya di Sembungan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, di bawah pimpinan Juwaraya. Menyadari kondisi tersebut Dinas Kebudayaan DIY melakukan pendokumentasian kesenian yang diciptakan oleh KRT Yudonegoro III ini. Pendokumentasian audio visual atas kesenian ini dilakukan di pendapa Ndalem Pujokusuman pada Selasa malam, 10 Februari 2015.

Selain pemotretan terhadap semua tokoh lengkap dari sisi depan, samping, dan belakang, pendokumentasian juga dilakukan dengan pergelaran satu lakon utuh yang memerlukan durasi pementasan sekitar 1,5 jam. Lakon yang dipergelarkan dalam acara ini adalah Sayempraba Lena.

Sayempraba adalah salah satu istri dari Prabu Dasamuka (Rahwana) yang sekaligus menjadi salah satu pemimpin prajurit telik sandi (rahasia) wanita Negara Alengka. Salah satu tugas prajurit telik sandi ini adalah mencegat dan mematahkan serangan dari Negara Ayodya yang disokong oleh pasukan kera dari Pancawati. Salah satu kelebihan Sayempraba adalah dalam hal bermain racun, rayuan, dan tipuan.

Sayempraba dan dayang-dayangnya tengah menyiapkan jebakan untuk Anoman, difoto: Selasa, 10 Februari 2015, foto: a.sartono
Sayempraba dan dayang-dayangnya tengah 
menyiapkan jebakan untuk Anoman

Mula-mula Anoman yang ditugaskan sebagai duta untuk merintis penyerbuan ke Alengka dapat ditangkap oleh Wilkataksini yang bermulut lebar seperti mulut buaya. Tanpa sadar, Anoman tersedot masuk ke dalam perut Wilkataksini. Namun Anoman dapat menjebol perut Wilkataksini sehingga ia tewas. Perjalanan Anoman selanjutnya sampai ke Gua Windu. Dalam kondisi lelah, haus, dan lapar Anoman berjumpa dengan Sayempraba yang cantik dan dikelilingi dayang-dayang yang juga cantik-cantik.

Dalam kondisi semacam itu Anoman disuguhi aneka buah (makanan) dan minuman yang sebelumnya telah dibubuhi racun. Rayuan maut Sayempraba membuat Anoman terlena. Efek racun membuat dirinya buta. Demikian juga sebagian besar kera yang dipimpinnya. Untunglah ada seorang dayang yang menaruh iba padanya. Ia diantar keluar dari Gua Windu dan bertemu Garuda yang bisa menyembuhkan kebutaannya.

Anoman terjebak rayuan maut Sayempraba, difoto: Selasa, 10 Februari 2015, foto: a.sartono
Anoman terjebak rayuan maut Sayempraba

Istilah Langen Mandrawanara dapat diartikan sebagai langen= bersenang-senang/hiburan, mandra = banyak, dan wanara= kera. Dari istilah ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Langen Mandrawanara adalah seni pertunjukan yang banyak menampilkan peran kera dan menyenangkan hati. Mandra juga disinonimkan dengan istilah langen yang bermakna indah permai.

Kebutaan mata Anoman dapat disembuhkan oleh Garuda, difoto: Selasa, 10 Februari 2015, foto: a.sartono
Kebutaan mata Anoman dapat disembuhkan oleh Garuda

Akan tetapi ada pengertian khusus berkaitan dengan Langen Mandrawanara ini, yakni dramatari gaya Yogyakarta yang berdialog tembang macapat yang diciptakan oleh Kanjeng Pangeran Haryo Yudonegoro III yang kemudian bergelar KPH. Danuredjo VII (patih Kasultanan Yogyakarta), dengan membawakan lakon Ramayana. Satu kekhasan Langen Mandrawanara kecuali mementaskan lakon Ramayana, gerak tarinya juga harus dilakukan dengan cara jengkeng (jongkok) seperti dalam Langendriyan, sebuah pola gerak tari yang membutuhkan kekuatan otot paha, betis, sendi lutut, pinggul, pergelangan kaki, dan tumit.

Naskah dan foto: asartono

Berita budaya

Latest News

  • 24-02-15

    Pentas Teater Gandri

    Sindiran getir yang disampaikan Gandrik lewat lakon Tangis sesungguhnya adalah potret dari kehidupan kita sebagai manusia dan kehidupan kita sebagai... more »
  • 24-02-15

    Empat Penyair Yogya

    Giri Lawu Creative Media akan menyelenggarakan satu acara sastra, yang diberi tajuk “Malam Sastra Giri Lawu’ Rabu, 25 Februari 2015 Pkl. 19.30 di... more »
  • 24-02-15

    Resep Sayur Cupang d

    Sayur cupang adalah salah satu sayur yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Jawa, bahkan resepnya pernah dimuat di majalah berbahasa dan beraksara... more »
  • 23-02-15

    Rupa Cinta dalam Pam

    Kelima seniman itu merupakan sosok seniman yang berjuang untuk kemanusiaan atas nama cinta dalam proses kreatif mereka melalui karya seni rupa, serta... more »
  • 23-02-15

    Wayang Jurnalis Jili

    Suksesnya gelaran Wayang Jurnalis I bertajuk ‘Wahyu Cakraningrat’ sepertinya menular pada gelaran Wayang Jurnalis II yang berjudul ‘Petruk Nagih... more »
  • 23-02-15

    Denmas Bekel 23 Febr

    more »
  • 23-02-15

    Narayana (5): Mengus

    Dalam mengemban tugasnya untuk senantiasa menjaga keseimbangan dan keharmonisan dunia Kresna bekerja sama dengan Pandawa. Pertemuannya dengan Pandawa... more »
  • 21-02-15

    Wanita Sabtu Pon Ber

    Sabtu Pon, 28 Februari 2015, kalender Jawa tanggal 9, bulan Jumadilawal, tahun 1948 Ehe, tergolong hari baik untuk upacara mantu dan lainnya. Hari... more »
  • 21-02-15

    Bakmi Jawa Pak Kumis

    Yang unik dari bakmi Jawa Pak Kumis ini, kalau sudah memilih libur tidak jualan, bukan hanya hitungan hari, misalnya satu atau 3 hari, melainkan... more »
  • 21-02-15

    Pencak Silat Sebagai

    Pencak silat adalah ilmu yang menyatukan antara pikir, rasa, dan raga. Dengan demikian pencak silat adalah keilmuan yang holistik. Pencak silat... more »