Jamila: Keelokan Lukisan/Gambar Kaca
22 Jul 2014 Bentara Budaya Yogyakarta menyelenggarakan pameran seni rupa tradisi lukisan kaca yang diberi tema “Jamila”. Pameran yang diselenggarakan tanggal 15-24 Juli 2014 ini menampilkan puluhan karya lukis/gambar kaca dari berbagai zaman dan ukuran.
Dua pelukis kaca, Subandi dan Sulasno
Lukisan kaca dapat dikatakan mencapai zaman keemasannya pada dekade 1950-1970-an. Sekalipun demikian perkembangan seni lukis ini telah menunjukkan kegairahannya pada 1930-an. Seni lukis kaca masih bertahan hingga dekade 1980. Sayangnya banyak pelukis kaca yang tidak mencantumkan nama dalam karyanya sehingga karya lukis seperti itu banyak yang anonim.
Dunia lukis kaca telah melahirkan pelukis-pelukis andal seperti Rastika dari Cirebon, Sastrogambar dari Muntilan, Maryono (adik Sastrogambar), Pak Waged (dari Magelang), Citro Waluyo (Solo), Karto Diharjo (Godean), Sulasno (Yogya), dan Subandi (Yogya).
Buroq Jamila, Anonim
Lukisan kaca ini pada masa lalu mengambil tema atau obyek yang kemudian populer, seperti Syeh Dumbo-Sunan Pandanaran, Masjid Surakarta, Masjid Syuhada, Masjid Demak, Masjid Agung Semarang, Pedang Nabi Muhammad, Buroq, Nabi Sulaiman dan Para Binatang, tokoh wayang, Ka’bah, Sunan Kalijaga, kaligrafi Sima Ngali, Untung Surapati melawan Kapten Tack, Jaka Tarub, Ande-ande Lumut, dan Rara Mendut-Pranacitra. Namun dalam perkembangannya tema-tema itu juga berkembang.
Teknik lukis kaca ditengarai mulai dikenal sejak abad ke-15 di Eropa. Umumnya saat itu lukisan kaca digunakan untuk menghiasi jendela atau pintu bangunan. Jadi, kala itu gambar atau lukisan kaca sudah termasuk bagian dari arsitektur. Dalam perkembangannya gambar/lukis kaca ini berubah menjadi stained glass atau kaca timah yang kemudian marak di abad ke-18.
Di Indonesia gambar/lukisan kaca ditengarai telah ada sejak abad ke-19. Namun saat itu belum merupakan karya orang Indonesia, melainkan karya pelukis dari Eropa, Tiongkok, dan Jepang bahkan juga Nepal. Gambar/lukisan kaca dari Eropa umumnya menampilkan karya realis tentang tokoh tertentu. Sementara lukis kaca dari Tiongkok umumnya menggambarkan kampung atau putri Tiongkok lengkap dengan suasana dusun dan bangunan khas Tiongkok serta pakaian tradisional Tiongkok. Lukisan/gambar kaca dari Jepang umumnya menggambarkan Gunung Fujiyama yang bersalju, rumah tradisional Jepang dan bunga sakura, atau perempuan Jepang berpakaian tradisional sambil membawa payung kertas.
Pada masa lalu bahan pewarna untuk lukisan/gambar kaca ini menggunakan oker (cat bubuk) yang sebenarnya merupakan pigmen warna. Cat kaleng (tube) dalam kemasan jadi belum beredar. Bahkan untuk warna hitam sering digunakan jelaga. Jelaga umumnya dibuat dengan menyalakan lampu minyak yang nyala apinya berasap hitam. Di atas nyala api itu kemudian diletakkan seng untuk menangkap jelaganya.
Masjid Syuhada Yogyakarta, Anonim
Ancur (perekat dari tulang sapi) digunakan untuk mengaduk warna dan merekatkannya pada obyek (kaca). Cat berbahan baku sederhana ini justru memunculkan warna gradasi yang sering tanpa disengaja muncul karena proses pencampurannya tidak bisa sempurna. Lain halnya dengan cat jadi (kaleng) yang cenderung menampakkan warna nge-blok atau flat.
Gambar Kaca Tradisi Persi, Sulasno
Oleh karena kekhasan dan keunikan gambar/lukis kaca itulah Bentara Budaya Yogyakarta menyelenggarakan pameran seni rupa tradisi ini yang diberi tema “Jamila”. Pameran yang diselenggarakan tanggal 15-24 Juli 2014 ini menampilkan puluhan karya lukis/gambar kaca dari berbagai zaman dan ukuran. Hal itu dilakukan sebagai bentuk penyambutan datangnya bulan Ramadhan. Oleh karena itu, tema Jamila yang diambil dari bahasa Arab yang berarti elok atau cantik itu menjadi relevan. Karya lukis kaca yang mayoritas bertemakan tentang Islam juga menjadikannya “nyambung”. Akankah tradisi lukis/kaca itu akan terus hidup ?
Naskah dan foto: A. Sartono
Berita BUDAYABaca Juga
- 26-05-15
Mangir, Antara Kebenaran Sejarah dan Kepentingan Wisata Budaya
Emha Ainun Najib atau Cak Nun sebagai budayawan yang keturunan Ki Ageng Mangir menyampaikan bahwa sejarah itu kebenarannya tidak mutlak. Cak Nun... more » - 25-05-15
Pameran Foto Mahameru, Menggugah Betapa Penting Keberadaan Gunung
Untuk mengenang peristiwa “maha pralaya” atau bencana dahsyat yang terjadi kurang lebih 1.000 tahun yang lalu secara khusus Bentara Budaya Yogyakarta... more » - 23-05-15
Diskusi Oidipus Sebelum Pementasan
Buku ini diterbitkan bukan sebagai katalog, tetapi lebih sebagai bahan masukan untuk sutradara dalam menafsirkan Oidipus karya Sophocles. Sejumlah... more » - 19-05-15
Gelar Kemah Budaya 2015 di Candi Prambanan
Kemah Budaya untuk pertama kali diselenggarakan tahun 2007 di Museum Benteng Vredeburg. Tempat ini dipilih sebagai arena penyelenggaraan Kemah Budaya... more » - 15-05-15
‘Sang Nata’ Memadukan Ketoprak dan Teater
Sang Nata merupakan lakon ketoprak yang diadaptasi dari naskah ‘Oedipus’ karya Sophocles, yang biasa dipentaskan sebagai pertunjukan teater. Sang... more » - 15-05-15
Festival Printemps Français Pertemukan Guinol dengan Punakawan
Rutin diadakan setiap tahun, festival seni budaya Printemps Français memasuki tahun ke-11. Berbagai kolaborasi seni Indonesia dan Prancis akan... more » - 15-05-15
Cipuk Sang Peragawati dalam Potret Diri
Sri Setyawati Mulyani atau akrab disapa Cipuk sebelumnya telah akrab dengan dunia keperagawatian atau model di Yogyakarta. Keputusannya menjadi... more » - 13-05-15
Pesta Anak “Indonesia Mengasuh Bangsa“
Galeri Nasional Indonesia yang bertempat di Gambir Jakarta Pusat bekerja sama dengan Yayasan SEIBUBANGSA (Seikat Bakti Untuk Bangsa) menggelar acara... more » - 13-05-15
Merti Dusun dan Seni Tradisi di Krapyak Wetan
Merti dusun adalah salah satu tradisi ritual sebagai rasa syukur setelah panen. Tradisi ini sempat menghilang di Dusun Krapyak Wetan, Pundong, Bantul... more » - 12-05-15
Pameran Retrospektif Rd Tohny Joesoef dan ‘The Artist Family’
Galeri Nasional Indonesia bekerja sama dengan Sanggar Ligar Sari ’64 Bandung menggelar pameran “Pada Cermin I On Mirror” pada 30 April – 12 Mei 2015... more »
Artikel Terbaru
- 26-05-15
Wayang Jurnalis Tamp
Setelah Wayang Jurnalis sukses menggelar dua pertunjukan berjudul “Wahyu Cakraningrat” dan “Petruk Nagih Janji”, kelompok ini mendapat kesempatan... more » - 26-05-15
FMT2015: Festival Mu
Kalimat judul di atas diambil dari papan komentar yang disediakan panitia Festival Musik Tembi 2015, yang diselenggarakan 21-23 Mei 2015 di Tembi... more » - 26-05-15
Mangir, Antara Keben
Emha Ainun Najib atau Cak Nun sebagai budayawan yang keturunan Ki Ageng Mangir menyampaikan bahwa sejarah itu kebenarannya tidak mutlak. Cak Nun... more » - 25-05-15
Jumenengan Kahyangan
Jumenengan Kahyangan merupakan lakon tua, sebelum Semar dan Togog turun ke dunia. Waktu itu Gareng, Petruk dan Bagong belum lahir, sehingga tidak... more » - 25-05-15
Surat Tuntunan Aku B
Jika Anda berminat belajar menyanyikan tembang Jawa, buku keluaran tahun 1951 ini masih relevan untuk digunakan sebagai referensi. Buku berbahasa... more » - 25-05-15
Pameran Foto Mahamer
Untuk mengenang peristiwa “maha pralaya” atau bencana dahsyat yang terjadi kurang lebih 1.000 tahun yang lalu secara khusus Bentara Budaya Yogyakarta... more » - 23-05-15
Bedhaya Sang Amurwab
Pentas tari ini digelar di tengah konflik internal keraton, setelah Sultan HB X mengeluarkan “sabda raja” dan “dhawuh raja”, yang isinya salah... more » - 23-05-15
Jika Ada Tamu dari T
Jika ada tamu datang ke rumah Anda pada hari Selasa pekan ini dari arah Timur itu perlambang (pertanda) baik, bakal membawa pertolongan. Tetapi jika... more » - 23-05-15
Diskusi Oidipus Sebe
Buku ini diterbitkan bukan sebagai katalog, tetapi lebih sebagai bahan masukan untuk sutradara dalam menafsirkan Oidipus karya Sophocles. Sejumlah... more » - 22-05-15
Lesmana Mandrakumara
Walaupun menyandang gelar putra mahkota, ketergantungannya kepada orang lain sangat tinggi, sehingga ia tidak mempunyai inisiatif untuk memutuskan... more »