Dramatic Reading Landung Simatupang “Aku Dipongoro” Dibanjiri Penonton
Author:editorTembi / Date:01-10-2014 / “Aku Diponegoro” yang dipentaskan Landung di Tembi mengisahkan rentetan sejarah hidup Diponegoro mulai bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, perang, hingga akhirnya ditangkap, dibuang, dan meninggal.
Roy Sodewo, siswa kelas VII SMP Wates Kulon Progo,
memerankan diri sebagai Pangeran Diponegoro remaja
Seri pergelaran dramatic reading yang dilakukan Landung Simatupang, dkk tentang Pangeran Diponegoro yang dilakukan pada empat tempat yakni Gedung Residen Letnan Gubernur Jendral Merkus de Kock (Gedung Bakorwil II Magelang), Dalem Tegalrejo (Museum Diponegoro), Gedung Stadhuis (Gedung Balai Kota/Museum Sejarah Jakarta), dan Benteng Fort Rotterdam Makassar menjadi rangkaian pertunjukan yang mau tidak mau menyadarkan orang arti penting sosok Pangeran Diponegoro dalam rantai kesejarahan Jawa dan Indonesia.
Kepiawaian Landung Simatupang dalam olah vokal dan akting yang didukung oleh para awak pementasan yang lain mampu menghadirkan titik-titik penting tentang rentang sejarah kehidupan Pangeran Diponegoro. Babad Diponegoro (1831-1832) serta Kuasa Ramalan karya Peter Carey yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia, 2012, tak pelak menjadi sumber inspirasi bagi pementasan tersebut.
Akting Landung Simatupang sebagai Pangeran Diponegoro
Empat pementasan di atas dituntaskan di Tembi Rumah Budaya, Jumat malam, 19 September 2014. Pementasan yang dilaksanakan di panggung terbuka Notoprajan ini tak urung mengundang banyak sekali penonton. Ini menjadi indikasi bahwa pementasan dramatic reading yang dilakukan Landung Simatupang memang menjadi salah satu pementasan yang dinantikan. Sekalipun Landung Simatupang telah mementaskan Pangeran Diponegoro secara serial di empat titik, ternyata hal itu tidak menyurutkan penonton untuk “menikmati kembali” pementasan yang dilakukannya.
“Aku Diponegoro” yang dipentaskan Landung di Tembi mengisahkan rentetan sejarah hidup Diponegoro mulai bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, perang, hingga akhirnya ditangkap, dibuang, dan meninggal. Riak gelombang, suka-duka, romantika, dan segala macam warna kehidupan yang dialami Diponegoro akhirnya dipungkasinya dengan sikap berserah diri kepada kehendak takdir.
Panggung Notoprajan Tembi Rumah Budaya ajang pementasan
dramatic reading oleh Landung Simatupang
Dalam pengantar “Aku Diponegoro: Sang Pangeran di Fort Rotterdam” Peter Carey menuliskan bahwa dalam dasawarsa terakhir kehidupannya, Pangeran jelas-jelas sedang mempersiapkan dirinya menghadapi kematian dengan menanyakan putra-putra yang lahir di tanah Jawa. Kepasrahannya bisa juda dilihat saat Gubernur Makassar, PJB de Perez (menjabat 1841-1848) memutuskan untuk menjajaki pandangan Diponegoro tentang apakah ia ingin pindah ke daerah lain di Nusantara, di mana ia bisa memperoleh ketentuan yang lebih longgar mengenai luas tempat tinggalnya, Sang Pangeran tetap menolak. Penolakan ini mungkin menunjukkan kepasrahan Diponegoro terhadap nasibnya sebagai seorang yang diasingkan. Fort Rotterdam sekarang adalah rumahnya.
Berkaitan dengan keluarbiasaan Pangeran Diponegoro dengan segala ihwalnya itu pula tanggal 21 Juni 2013 UNESCO, organisasi PBB untuk pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan menetapkan Babad Diponegoro yang digubah di Manado, Sulawesi Utara pada 1831-1832 sebagai bagian dari “ingatan kolektif dunia” (International Memory of The World).
Pementasan dramatic reading oleh Landung Simatupang
dan kawan-kawannya di Panggung Nataprajan Tembi Rumah Budaya
Pentas dramatic reading Landung itu didukung awak antara lain Ina Prihaksiwi (produser pelaksana), Dimas Trio aArt director), Radik Nugroho Susanto, Tales Suparman, Ivan Bestari Minar Pradipta di bagian artistik, Eko Susilo (komposer), Ami Simatupang (ketua rombongan), Roni Sodewo (penata busana), Gati Andoko dan Rudi Sutejo (peraga), Nila Tirta Mustika Sari dan Trikoyo (pemusik), Enji Sekar Ayu Lestari (penari dan penata rias), Yani “Goldberg” (asisten penata rias dan kostum), Anta Kusuma (stage manager), Firdaus Tegar Firmanto dan Andriano Fidelis (sound dan lighting), Ryo Aulia BS (pembaca pendamping), dan Achi Pradipta (penembang).
Naskah dan foto: A. Sartono
Berita budayaLatest News
- 01-10-14
Dramatic Reading Lan
“Aku Diponegoro” yang dipentaskan Landung di Tembi mengisahkan rentetan sejarah hidup Diponegoro mulai bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, perang,... more » - 01-10-14
Menikmati Puisi Di b
Di bawah pepohonan, di Dusun Candi, Pakunden, Ngluwar, Magelang, puisi mengalir seperti air bah. Acara ‘Badai Puisi Di Dusun Candi’, pada Minggu, 28... more » - 01-10-14
33 Permainan Tradisi
Judul : 33 Permainan Tradisional yang Mendidik Penulis : Dani Wardani Penerbit : Cakrawala, 2010, Yogyakarta Bahasa :... more » - 30-09-14
Menanyakan Kapan Sab
Tidak ada yang mengetahui kapan Sabdo Palon dan Nayagenggong akan kembali. Dalam legenda, kedua abdi dari Prabu Brawijaya V (terakhir) ini... more » - 30-09-14
Tembi Jadi Tuan Ruma
Selama dua hari, pada 24-25 Setember 2014, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta mengadakan kegiatan “Museum Masuk Sekolah” di Kabupaten Bantul dan... more » - 29-09-14
Jaya Giri Jaya Bahar
Meski sejak tahun 1815, peradaban Tambora telah lama terkubur oleh letusan Gunung Tambora, namun hasil penelitian arkeologi memerlihatkan dengan... more » - 29-09-14
Pelajaran Budaya unt
Kunjungan anak-anak di Tembi Rumah Budaya, kiranya merupakan cara mengenalkan produk kebudayaan sejak dini. Anak-anak bermain piano Suasana riuh... more » - 29-09-14
Hidup Jubing Kristan
Musik sudah menjadi bagian hidup gitaris Jubing Kristanto. Sempat absen 4 tahun menelurkan album, gara-gara ia sibuk manggung, tapi tahun ini ia... more » - 27-09-14
Tim Fombi Nonton Sol
Malam itu Benteng Vastenburg terlihat sangat eksotis dengan balutan artistik bambu dan lampu-lampu indah yang membelit. Ternyata di benteng itu juga... more » - 27-09-14
Apri Menggali Tradis
Apri Susanto menggali nilai pisang dalam tradisi Jawa, memaknainya kembali, dan memvisualkannya secara kontemporer, dengan tajuk ‘Menembus Batas’.... more »