Diskusi Novel Meja 17 di FIB UGM
Author:editorTembi / Date:24-11-2014 / Setelah diluncurkan dalam acara Sastra Bulan Purnama Senin malam 10 November 2014, novel ‘Meja 17’ karya Irwan Abu Bakar, sastrawan Malaysia, didiskusikan Selasa 11 November 2014 di Auditorium Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, Kompleks Bulaksumur, Yogyakarta.
Dari kiri: Slamet Riyadi Sabrawi (Moderator, Irwan Abu Bakar,
Lim Swee Tin, Esti Ismawati dan Faruk
Setelah diluncurkan dalam acara Sastra Bulan Purnama Senin malam 10 November 2014, novel ‘Meja 17’ karya Irwan Abu Bakar, sastrawan Malaysia, didiskusikan Selasa 11 November 2014 di Auditorium Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, Kompleks Bulaksumur, Yogyakarta. Menghadirkan narasumber Prof. Dr. Faruk HT, pengajar jurusan Sastra Indonesia FIB UGM, Dr. Esti Ismawati, dosen Universitas Widya Dharma, Klaten. Irwan Abu Bakar, penulis novel , Lim Swee Tin, Ph.D, sastrawan dari Malaysia, dengan moderator Slamet Riyadi Sabrawi, penyair.
Irwan Abu Bakar, sebagai penulis novel Meja 17, sangat tertarik menemukan konsep novel antiplot, dan dia menempatkan novelnya sebagai jenis novel antiplot. Novel Meja 17 terdiri dari 17 buah cerita yang berbeda dan setiap cerita memiliki watak yang tidak sama serta latar yang berlainan.
“Tetapi semuanya dapat dikaitkan secara lansgsung maupun tidak langsung dengan sebuah meja bernomor 17, di dalam sebuah restoran, yakni Restoran eSastra,” ujar Irwan Abu Bakar.
Bagi Lim Swee Tin, sastrawan dari Malaysia, unsur kejutan pada novel Meja 17 telah disajikan dengan baik sehingga bisa memberi kesan antara kisah cerita yang ada di dalam novel itu dengan pembacanya. Lim menjelaskan, bahwa pengarang terlihat bersungguh-sungguh untuk menumbuhkan semacam gugahan dalam pikiran melalui unsur ini.
Lim Swee Tin
“Kejutan adalah sesuatu kejadian atau peristiwa yang berlaku, yang sama sekali bertentangan dengan apa yang muncul di dalam pikiran pembaca,” kata Lim Swee Tin.
Faruk, pengajar jurusan Sastra Indonesia FIB UGM, melihat dari sisi yang lain. Bagi Faruk, cerita-cerita dalam novel Meja 17 mengingatkannya pada cerita-cerita yang biasa disebut sebagai ‘tempat dan peristiwa’, yang populer tahun 1950-an. Faruk teringat pada sinetron ‘Losmen’ yang dulu pernah populer di Indonesia.
“Di dalam sinetron Losmen, ada tokoh-tokoh yang tetap dan ada yang berubah. Tokoh-tokoh pengikat itu menjadi pengikat dari keseluruhan tokoh dan peristiwa yang bermacam-macam, di samping tentu tempatnya. Di dalam tiga bab yang saya bahas ini, yang menjadi pengikatnya adalah kafe yang sama, bahkan meja yang sama yang ada di kafe itu, yaitu meja 17,” kata Faruk.
Esti Ismawati, merasakan kentalnya budaya Melayu dalam novel Meja 17 yang ditulis Irwan Abu Bakar. Dari 17 cerita dan ditambah satu cerita lagi, sehingga terdapat 18 cerita dalam novel ini, kultur Melayunya sangat kuat.
“Membaca novel Meja 17 adalah kentalnya budaya Melayu yang diusung oleh pengarangnya, serta idealisme pengarang untuk mengangkat darah Melayu menjadi bangsa nomor satu di dunia, melebihi Amerika dan belahan dunia manapun,” kata Esti Ismawati.
Yo Sugianto, editor dari novel Meja 17 memberikan penjelasan, bahwa kisah-kisah dalam ‘Meja 17’ ini tak hanya menarik dan menawarkan sudut pandang yang jeli dari penulisnya, tapi juga serupa pembuka jalan bagi penuls yang dikenal luas di Malaysia untuk menyapa dunia sastra di Indonesia.
“Irwan Abu Bakar menampilkan sebuah pilihan lain dalam bertutur lewat beberapa cerita pendek yang tak disebutnya sebagai kumpulan cerpen, tapi sebuah novel antiplot,” ujar Yo Sugianto.
Irwan Abu Bakar dan Faruk memperlihat buku
Dijelaskan oleh Yo, demikian panggilan Yo Sugianto, alur memang tak ditemui dalam novel ini, andai dimaksudkan atau disebut sebuah novel, karena semua mengalir saja dengan sajian berbeda dari sebuah meja di kafe. Ada cerita tentang keingintahuan terhadap orang lain, ada harapan, intrik, dan juga kekecewaan.
“Semua diasjikan oleh Irwan Abu Bakar dengan bahasa yang mengalir, ringan dan enak dibaca. Namun, di tengah itu semua ada perenungan tersendiri usai membaca setiap kisah dari meja 17 itu,” kata Yo Sugianto.
Ons Untoro
Berita budayaLatest News
- 09-12-14
Denmas Bekel 9 Desem
more » - 09-12-14
Sultan Agung Hanyakr
Sultan Agung Hanyakrakusuma, menurut berbagai sumber sejarah, lahir di Kotagede, Yogyakarta pada tahun 1593 dan wafat tahun 1645. Sementara masa... more » - 09-12-14
Wisuda Kursus MC Bas
Dikarenakan keterbatasan waktu, sejumlah 23 peserta kursus MC Basa Jawa tingkat dasar angkatan ke-31 yang telah diwisuda malam itu merasa masih... more » - 08-12-14
Karta Pustaka Diliku
Likuidasi bukan sesuatu yang negatif, kalau visi misi sudah terpenuhi,suatu lembaga bisa menghentikan seluruh kegiatannya, apalagi dalam AD/ART Karta... more » - 08-12-14
SwansTwenty Butik Ta
Menciptakan trend fashion dengan sentuhan tradisional Indonesia memang sudah menjamur. Para fashion designer ternama Tanah Air seakan berlomba agar... more » - 08-12-14
Buku tentang Perbuat
Dalam koleksi buku kuno di Perpustakaan Tembi, terdapat buku berjudul “Serat Trilaksita” berbahasa dan bertuliskan huruf Jawa. Buku terbitan tahun... more » - 08-12-14
Saparan Ki Ageng Won
Saparan Ki Ageng Wonolelo merupakan acara rutin yang digelar setahun sekali. Acara ini dilaksanakan untuk memperingati atau haul Ki Ageng Wonolelo... more » - 06-12-14
Pentas Baca Dramatik
Materi pertunjukan seni pembacaan dramatik ini diambil dari novel karya Rama Gabriel Possenti Sindhunata yang berjudul Anak Bajang Menggiring... more » - 06-12-14
Musik Yang Membebask
Music Director dan Conductor JPO, Yudianto Hinupurwadi, menerangkan bahwa anak-anak ini mengenyam ‘pendidikan musik yang kilat’ hanya dalam 13 kali... more » - 06-12-14
Prajurit Keraton Kas
Struktur Prajurit Wirabraja terdiri dari dua orang Panji atau Lurah (Panji Parentah dan Panji Andahan), dua orang Sersan (Sersan Sarageni dan Sersan... more »