Aneka Corong Bernyanyi Dipamerkan Bentara Budaya Yogyakarta
Author:editorTembi / Date:23-03-2015 / Pameran tersebut tidak saja memamerkan koleksi benda kuno, namun benda-benda kuno tersebut juga mendapat sentuhan lain dari para perupa. Tidak aneh jika kemudian corong-corong bernyanyi tersebut tampil tidak seperti aslinya. Namun tampil lebih indah dan variatif secara visual.
Gramapun modifikasi, 2015, koleksi Subandi
Istilah gramapun (gramophone/fonograph) dan turntable yang juga dijuluki sebagai corong bernyanyi bagi anak generasi sekarang mungkin terasa asing. Istilahnya saja asing apalagi wujudnya. Mungkin sama sekali tidak terbayangkan.
Benda yang disebut gramapun dan turntable itulah yang dipamerkan di Bentara Budaya Yogyakarta pada 17-26 Maret 2015. Pameran tersebut tidak saja memamerkan koleksi benda kuno, namun benda-benda kuno tersebut juga mendapat sentuhan lain dari para perupa. Tidak aneh jika kemudian corong-corong bernyanyi tersebut tampil tidak seperti aslinya. Namun tampil lebih indah dan variatif secara visual.
Gramapun alias corong bernyanyi diperkenalkan pertama kali pada tahun 1877 oleh Thomas Edison. Kemudian semakin diperbaiki pada tahun 1880-1890 antara lain oleh penemu, Alxander Graham Bell dan Emile Berdiner. Penemuan disk rekaman oleh Berliner tahun 1892 membuka peluang bagi industri rekaman. Fonograph dengan baterai yang dimulai dari Philco dengan fonograph bertransistor diproduksi tahun 1955. Dekade setelahnya, 1960-an mulai diproduksi pemutar rekaman disk yang portable dan murah serta pengganti cakram secara otomatis dalam sebuah kotak kayu.
Gramapun koper, 1920, koleksi Darojat
Dekade 1970-an dimulailah era high fidelity yang ditandai dengan rekaman (turntable) dengan mekanisme belt atau direct-drive, tonearm (lengan nada) permata seimbang serta pengontrol linear tracking electronic dan cartridge magnetic. Tahun 1980-an mucullah compact disc dan format rekaman digital.
Meskipun demikian, sampai sekarang turntable dan cakram vinil tetap populer dalam pencampuran berbagai musik elektronik (terutama yang berkaitan dengan tarian) yang digunakan oleh DJ musik bergenre hip hop maupun R&B.
Turntable kabinet, 1940, koleksi dr. Didi Sumarsidi
Gramapun adalah mata rantai dari masa lalu yang mengantarkan para ilmuwan dan industri sehingga dapat menghasilkan suara digital di masa sekarang lewat USB, CD, ataupun DVD. Tanpa penemuan di masa lalu itu kiranya kemajuan teknologi seperti sekarang tidak akan tercapai. Semuanya harus melewati penemuan-penemuan terdahulu yang kemudian diteliti dan dikembangkan.
Bentara Budaya Yogyakarta sengaja memamerkan puluhan gramapun dan turntable tersebut untuk mengenang kembali apa yang disebut corong bernyanyi yang ternyata di masa lalu pernah juga dibuat ngamen di dusun-dusun. Untuk mendengarkan nyanyian corong itu penduduk yang berkerumun akan memberikan uang sawerannya. Jadi, alat ini di masa lalu juga pernah menjadi alat untuk modal mengamen. Kolektor gramapun dan turntable yang terlibat dalam pameran ini di antaranya adalah Iwan Ganjar, Darodjat, Didi Sumarsidi, Didik Kapal, Iman Mulyono, Agus Leonardus, Handoko, dan lain-lain. Ada beberapa model dan bentuk dari corong bernyanyi ini. Bahkan iklan untuk benda-benda yang cukup “wah” di masa lalu itu juga ikut dipamerkan.
Suasana pameran gramapun dan turntable di Bentara Budaya Yogyakarta
Corong bernyanyi di masa lalu banyak yang menggunakan tenaga atau daya engkol. Tidak bertumpu pada daya listrik. Dengan mengengkol maka kumparan plat baja yang ada di dalam alat tersebut akan mengembang-mengempis yang daya lentingnya akan menghasilkan energi untuk memutar mekanik yang menggerakkan piringan hitam untuk berputar.
Pameran ini mengajak kita untuk memiliki kesadaran akan masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Bahwa semuanya tidak ada yang datang dengan tiba-tiba. Bahwa tapak-tapak waktu, tapak-tapak sejarah selalu menorehkan catatannya sendiri yang pada akhirnya membuat orang yang belajar menjadi lebih bijak, arif, sekaligus cerdas dan berpengetahuan lebih luas.
Naskah dan foto: a. sartono
Berita budayaLatest News
- 26-03-15
Denmas Bekel 26 Mare
more » - 26-03-15
Untuk Pertama Kali K
Kirab budaya ini dimaksudkan agar kirab Ogoh-ogoh juga dapat dinikmati masyarakat luas dan bahkan memberikan manfaat sosial ekonomi masyarakat, juga... more » - 25-03-15
Pada Hari Baik Jumat
Jumat Kliwon, 27 Maret 2015, kalender Jawa tanggal 6, bulan Jumadilakir, tahun 1948 Ehe. Tergolong hari baik untuk berbagai macam keperluan. Jika... more » - 25-03-15
Ki Geter Pramuji Men
Adalah Ki Geter Pramuji Widodo, putra dalang Ki Sudarsana dari Sorobayan Sanden Bantul, yang menggelar pentas wayang di daerah ‘subur penonton’ itu.... more » - 25-03-15
Kamus Bahasa Jawa Ko
Boleh dikata, ini kamus bahasa Jawa terlengkap karya anak bangsa, W.J.S. Poerwadarminta, yang dibantu oleh C.S. Hardjasoedarma, J.Chr. Poedjasoedira... more » - 24-03-15
Rombongan PT Commonw
Karyawan PT Commonwealth Life Jakarta yang mengikuti paket wisata budaya di Tembi Rumah Budaya, Sabtu 14 Maret 2015 siang hingga menjelang maghrib.... more » - 24-03-15
Wajan Juga Sudah Lam
Wajan tradisional yang sering ada di dapur tradisional masyarakat Jawa biasanya dibedakan menjadi dua, yakni wajan yang terbuat dari besi baja dan... more » - 24-03-15
Mereka Tetap Setia B
Seperti lagu yang mereka bawakan yang beraneka jenis aliran, personil kelompok ini pun campur sari yakni keturunan Tionghoa, Manado, Sunda dan Ambon... more » - 23-03-15
Begini Caranya Memba
Kompleks Candi Prambanan kembali mengalami kerusakan berat akibat gempa bumi bulan Mei 2006. Kerusakannya cukup bervariasi namun secara keseluruhan... more » - 23-03-15
Aneka Corong Bernyan
Pameran tersebut tidak saja memamerkan koleksi benda kuno, namun benda-benda kuno tersebut juga mendapat sentuhan lain dari para perupa. Tidak aneh... more »