Mas Cebolang Kaget Isi Dusun Selaung Wanita Semua
28 Jun 2014 Setelah mengenal lebih dekat dengan para wanita yang ditinggal para lelakinya, Mas Cebolang ingin mengetahui seperti apa kehidupan para lelaki yang meninggalkan keluarganya, dan bertekad menjadi warok.
Karawitan Mardi Budaya, dari Jogonalan Lor,
Tirtonirmolo, Kasihan Bantul, pimpinan Ibu Suginem Sudiyono
meramaikan malam macapatan
Melalui macapatan malam Rabu Pon dan uyon-uyon gending-gending Jawa yang digelar 35 hari sekali di Tembi Rumah Budaya, para pecinta yang setia datang seakan diajak ikut pengembaraan Raden Mas Cebolang bersama Nurwiti, Ki Saloka serta Kartipala dan Palakarti.
Penggembaraan Mas Cebolang dan kawan-kawan yang ditulis dalam serat Centhini dalam bentuk tembang sebanyak 12 jilid, merupakan upaya dari Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amengkunagara III untuk merenda berbagai pengalaman kehidupan yang dijalaninya baik secara lahir maupun batin.
Pada 17 Juni 2014, macapatan malem Rabu Pon masuk putaran ke-129, yang menembangkan kisah perjalanan Mas Cebolang dan kawan-kawan yang sedang menyeberangi sungai, memasuki Dusun Selaung di pelosok Kabupaten Ponorogo. Beberapa wanita yang berada di sungai mencoba untuk menggoda rombongan yang lewat dengan kegenitan masing-masing. Mas Cebolang dan kawan-kawan sungguh heran. Di sepanjang jalan dusun yang dilewati, mereka tidak menjumpai sosok laki-laki dewasa, yang ada semuanya wanita.
Ketika Mas Cebolang bersama rombongan diterima oleh Ki Nursubadya, petinggi Dusun Selaung, keheranannya semakin bertambah. Di tempat itu juga tidak dijumpai seorang abdi atau kerabat yang laki-laki. Semuanya wanita. Ki Nursubadya bersama abdi-abdinya serta kerabatnya menyambut rombongan Mas Cebolang dengan ramah. Ia menempatkan Mas Cebolang dan Nurwiti di dalam satu rumah, sementara Ki Saloka, Kartipala dan Palakarti satu rumah yang lain.
Pesinden tamu dari Kebumen, Ibu Endang Suwarsih (kanan),
dan pesinden muda Nika Yunianingsih (paling kanan)
Melihat Mas Cêbolang dan rombongan terheran-heran, Ki Nursubadya menjelaskan bahwa sebagian besar -jika tidak boleh dikatakan semuanya- laki-laki di dusun ini pergi menggembara, menjadi warok dengan melakukan kebiasaan ‘gemblakan’ yakni mencintai sesama laki-laki. Hidupnya mengandalkan kesaktiannya serta bertingkah laku ‘sesongaran’ atau arogan.
Dengan latar belakang yang demikian, maka dapat dipahami bahwa para wanita di Dusun Selaung sangat mendambakan kasih sayang dan pendampingan sosok pria. Oleh karenanya kedatangan Mas Cebolang, Nurwitri, Ki Saloka, Kartipala dan Palakarti sungguh menjadi perhatian khusus.
Pada malam setelah kedatangan rombongan Mas Cebolang, rumah petinggi dusun itu ramai didatangi para wanita. Diantaranya adalah para wanita yang tadi siang berada di sungai ujung dusun. Para wanita yang terpikat dengan Mas Cebolang dan Nurwitri, mengikuti kemana Mas Cebolang pergi, ingin berkenalan dan bertatap muka lebih dekat. Beberapa wanita pedadang yang ngobrol sampai malam, memilih untuk menginap di emperan rumah, karena pada pagi-pagi buta mereka harus berangkat berdagang di Kota Ponorogo.
Salah seorang pecinta macapat sedang menembang
Setelah mengenal lebih dekat dengan para wanita yang ditinggal para lelakinya, Mas Cebolang ingin mengetahui seperti apa kehidupan para lelaki yang meninggalkan keluarganya, dan bertekad menjadi warok.
Tentunya para pecinta macapat di Pendapa Tembi Rumah Budaya yang ingin mengetahui bagaimana kisah para warok tersebut, dapat mengikuti perjalanan Mas Cebolang selanjutnya di macapatan malam Rabu Pon, pada 26 Agustus 2014.
Suasana macapatan di pendapa Tembi
Malam itu acara macapatan yang dipandu oleh Bp Ign Wahono, dimeriahkan oleh karawitan Mardi Budaya, dari Jogonalan Lor, Tirtonirmolo, Kasihan Bantul, pimpinan Ibu Suginem Sudiyono dan Bp Subardi, pelatih Bp Tarto. Waranggana terdiri dari: Ni Nika Yunianingsih, Ibu Karsih, Ibu Warsini, Ibu Tami serta dibantu oleh Ibu Endang Suwarsih salah satu tamu dari Kebumen.
Nonton yuk ..!
Foto dan naskah: Herjaka HS
SENI PERTUNJUKANBaca Juga
- 23-07-16
Pentas Ki Seno Nugroh, Antasena Tokoh Idola Anak Muda
“Wong-wong sakmene iki wis pada ngerti, yen Antasena perang karo Citraksi, mesthi menang Antasena. Ana ing crita apa wae lan ing papan ngendi... more » - 23-07-16
Gerak, Tari dan Puisi di Sastra Bulan Purnama
Dua puisi yang diolah menjadi pertunjukan sastra berjudul ‘Arya Sasikirana’ karya Eka Budianta dan ‘Pengakuan Badranaya’ karya Heru Mugiarso. Anton... more » - 22-07-16
Wayang dalam Puisi di Sastra Bulan Purnama
Dua penyair dari Yogyakarta, Iman Budhi Santoso dan Purwadmadi. Tiga lainnya dari luar Yogya, Acep Syahril (Indramayu), Heru Mugiarso (Semarang) dan... more » - 18-07-16
Puisi Wayang Dalam Syawalan Sastra Di Sastra Bulan Purnama
Sastra Bulan Purnama edisi ke-58, yang akan diselenggarakan, Rabu, 20 Juli 2016, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Sewon, Bantul, Yogyakarta, masih... more » - 15-07-16
‘Tancep Kayon’ dalam Sastra Bulan Purnama Tembi
Antologi puisi ‘Tancep Kayon’ yang menyajikan puisi karya 15 penyair dari beberapa kota di Indonesia, akan dibacakan dalam Sastra Bulan Purnama Tembi... more » - 30-06-16
Ki Sri Kawan Mendalang Bersama Hujan dan Kabut
Menurut pranatamangsa sampai dengan 21 Juni 2016 adalah mangsa Karolas, yang disebut Saddha, candranya : ‘Tirta sah saka sasana,’ yang berarti air... more » - 28-06-16
Adit Mewujudkan Suatu Perubahan
Belajar dan berlatih dengan tekun, itulah yang dilakukan Praditya Ratna Murdianta atau yang akrab disapa Adit. Ia mulai belajar gitar akustik sejak... more » - 27-06-16
Puisi, Musik dan Lagu Puisi Di Tembi
Para penampil di Sastra Bulan Purnama edisi ke-57, yang diselenggarakan Senin, 20 Juni 2016 di Amphytheater Tembi Rumah Budaya tidak hanya membaca... more » - 25-06-16
Puisi Di Bawah Bulan Purnama
Sastra Bulan Purnama (SBP) edisi 57, yang diselenggarakan di Amphytheater Tembi Rumah Budaya, Senin, 20 Juni 2016 betul-betul dihiasai Bulan Purnama... more » - 18-06-16
Ramadhan dalam Puisi di Tembi
Sastra Bulan Purnama edisi ke-57 dalam suasana Ramadhan, karena itu tajuk dari acara tersebut memberikan konteks suasana ‘Ramadhan Dalam Puisi’, yang... more »
Artikel Terbaru
- 23-07-16
Pentas Ki Seno Nugro
“Wong-wong sakmene iki wis pada ngerti, yen Antasena perang karo Citraksi, mesthi menang Antasena. Ana ing crita apa wae lan ing papan ngendi... more » - 23-07-16
Gerak, Tari dan Puis
Dua puisi yang diolah menjadi pertunjukan sastra berjudul ‘Arya Sasikirana’ karya Eka Budianta dan ‘Pengakuan Badranaya’ karya Heru Mugiarso. Anton... more » - 23-07-16
Selasa Paing Pekan I
Perhitungan panca suda ini digunakan jika akan bepergian jauh, dengan cara menghitung neptu yaitu menjumlah hari dan pasaran. Setelah ketemu... more » - 23-07-16
Jejak Sejarah Pangan
Judul : Jejak Pangan. Sejarah, Silang Budaya, dan Masa Depan Penulis ... more » - 22-07-16
Wayang dalam Puisi d
Dua penyair dari Yogyakarta, Iman Budhi Santoso dan Purwadmadi. Tiga lainnya dari luar Yogya, Acep Syahril (Indramayu), Heru Mugiarso (Semarang) dan... more » - 22-07-16
Mengenal Alat Transp
Sebelum alat transportasi modern berkembang pesat di masa sekarang ini, seperti pesawat terbang, kereta api, mobil, kapal laut bermesin, dan lainnya... more » - 22-07-16
Simulacra, Mengajak
Simulacra, demikian tema pameran fotografi karya Alva Christo Y.W. yang dilakukannya di Kelas Pagi Yogyakarta, Jl Brigjen Katamso, Prawirodirdjan GM... more » - 21-07-16
Bakda Kupat Pandeyan
Hal demikian menjadi simbol bahwa orang yang bersangkutan mengakui bahwa dirinya tidak sempurna, lepat (salah/berdosa/lemah/berkekurangan, dan... more » - 20-07-16
Gus Teja Maestro Ser
Namun, di Bali, pemain seruling bukanlah sesuatu yang istimewa. “Dalam orkestra gamelan Bali, seruling hanya di tempatkan ‘di samping,’” ujar Gus... more » - 20-07-16
Konser Gus Teja, Alu
Gus Teja, maestro seruling dari Bali, menyebut kelompok musik yang hari itu bermain bersamanya sebagai “band.” Namun tidak seperti band pada umumnya... more »