Mengenang Mantan di Bulan Purnama
Oleh: Ons UntoroSastra Bulan Purnama edisi 101 akan diisi peluncuran antologi cerpen, yang ditulis oleh 10 perempuan dari kota yang berbeda, diselenggarakan, Jumat, 14 Februari 2020, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Sewon, Bantul,Yogyakarta.
Para cerpenis perempuan ini ialah, Rani Februandari, Ninuk Retno Raras, Umi Kulsum, Savitri Damayanti (Yogyakarta), Yuliani Kumudaswari (Sidoarjo), Sus S hardjono (Sragen), Yanti S Sastroprayitno (Semarang), Ristia Herdiana (Jakarta) dan Yeni Mada (Pontianak).
Karena kebetulan Sastra Bulan Purnama edisi 101 kali ini bertepatan dengan Valentine, maka tajuk dari Sastra Bulan Purnama bernuansa cinta ‘Mengenang Mantan di Bulan Purnama’. Para penulis cerpen sengaja mengambil tema patah hati, setidaknya pengalaman patah hati, yang pernah dirasakan, dan kata ‘mantan’ adalah untuk menunjukkan bahwa pernah ada relasi antarkeduanya.
Judul antologi cerpen ‘Firdaus yang Hilang’, diambilkan salah satu dari 10 judul cerpen yang ada di dalam buku. Cerpen itu karya Rani Februandari. Cinta pertama, atau hubungan percintaan, seolah seperti berada di dalam firdaus, semuanya serba indah dan menyenangkan, dan ketika hubungan itu putus, firdaus akan lenyap, atau mungkin membekas, dan menyelinap dalam ingatan.
Firdaus dalam cerpen karya Rani adalah nama orang. Mungkin nama yang diambil sebagai tokoh dalam cerpennya, untuk memberikan imajinasi bahwa cinta pertama, atau dengan kata lain, jatuh cinta segala hal seperti serba menyenangkan, seolah seperti dalam firdaus, dan tokoh Firdaus dalam kisah Rani, meski akhirnya berantakan, tapi awalnya memberikan imajanasi keindahan.
Masing-masing penulis cerpen ini, setidaknya cukup lama mengumpulkan ingatan yang sudah berserakan, dan mereka menatanya kembali untuk dikenang, mungkin juga sempat sedikit membuka luka hati. Atau mungkin malah sama sekali sudah dilupakan sehingga kesulitan untuk menulis cerpen dengan tema pata hati.
Selain masing-masing penulis cerpen akan membacakan penggalan cerpen karyanya sendiri, Yeni Mada, penulis cerpen dari Pontianak, dalam membacakan karyanya akan diiringi petikan gitar oleh Syarif Hidayatulah.
“Pak Ons, dalam membaca cerpen nanti saya akan diiringi petikan gitar oleh Syarif,” demikianlah Yeni Mada memberikan informasi melalui WA dari Pontianak.
Satu cerpen karya Umi Kulsum akan digarap dalam bentuk drama musikal oleh Sanggar Cepuri. Krisbudiman, seorang pengajar di Pascasarjana UGM, yang novelnya berjudul ‘Tanah Putih’ sudah diterbitkan, akan menutup acara dengan membacakan petikan novelnya.
Para penulis cerpen ini memang beberapa bulan sebelumnya sudah mempersiapkan untuk mengisi Sastra Bulan Purnama di bulan Februari 2020 dan memilih tema soal patah hati, setidaknya seperti lagu-lagu Didi Kempot yang ambyar itu. Mereka seperti ingin membuka kenangan masa lalunya agar tidak hilang, dan dengan menulis cerpen, sesungguhnya, masa lalu itu kembali (di) hidup (kan).
Mereka, para penulis cerpen ini memiliki profesi berbeda-beda, ada dosen, guru SMP, pegawai negeri dan lainnya. Mereka sudah terbiasa menulis karya sastra, bukan hanya cerpen, tetapi puisi dan geguritan, bahkan novel dan sudah diterbitkan, baik dalam bentuk antologi bersama, maupun karya tunggal.
Berita Budaya