Notaris Pertama Warga Pribumi Lulus Tahun 1923
By Suwandi - 0 121 Share on Facebook Tweet on TwitterDi masa penjajahan Belanda atas Nusantara masyarakat pribumi hanya menjadi budak. Semua pekerjaan kasar dilakukan oleh pribumi, sementara orang-orang keturunan Belanda menduduki jabatan tinggi, mulai dari kepala sekolah hingga gubernur jenderal. Rakyat pribumi dibolehkan hanya bersekolah pada sekolah derajat rendah “angka loro” untuk dipersiapkan sebagai tenaga kasar.
Namun setelah muncul politik etis, yang salah satunya pemerintah Hindia Belanda memberikan pelayanan pendidikan kepada rakyat pribumi, lambat laun, rakyat pribumi ada yang berkesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi baik di negeri jajahan maupun di negeri induk Belanda. Kesempatan itu terutama ditujukan kepada anak-anak bangsawan, ningrat, dan golongan tinggi orang pribumi.
Dengan demikian, lambat laun, makin banyak generasi muda pribumi memperoleh gelar profesi yang sama dengan orang Belanda, seperti Insinyur, mister, dokter, hingga doktor. Tidak ketinggalan pula dengan profesi notaris.
Orang pribumi pertama yang meraih profesi notaris terjadi di awal abad ke-20, yaitu Raden Suwandi (dari Departemen Pengajaran) pada tahun 1923. Pada tahun 1924 satu orang lagi lulus notaris, yaitu Raden Mas Wiranta. Kemudian pada tahun 1927, ada dua orang bangsa pribumi lagi yang lulus notaris, yaitu Raden Kadiman dan Mas Sujak.
Keempat orang itu adalah pelopor profesi notaris pribumi yang lulus dalam pendidikan masa penjajahan Belanda. Berita tersebut bisa diungkap kembali dari sebuah majalah beraksara dan berbahasa Jawa Kajawen terbit nomor 47 tanggal 24 November 1927. Pada halaman 847 dalam sebuah artikel berjudul “Kamajenganipun Bangsa Pribumi”.
Disebutkan pula bahwa Raden Kadiman berasal dari Surakarta, sebelumnya lulusan OSVIA Madiun. Sementara Mas Sujak berasal dari Cirebon, yang sebelumnya mengenyam pendidikan pertanian di Bogor. Majalah Kajawen yang memberitakan tentang lulusan notaris bangsa pribumi di masa pendudukan Belanda tersebut bisa dibaca di Perpustakaan Tembi Rumah Budaya Yogyakarta. (***)