PASAR-PASAR LOAK DI YOGYAKARTA

01 Jan 2008 Yogyamu

PASAR-PASAR LOAK DI YOGYAKARTA

Pada awal Krisis Moneter 1997, bangsa Indonesia seperti tenggelam dalam bencana yang tidak bertepi sampai sekarang. Pada masa-masa itulah harga-harga melambung naik sementara daya beli masyarakat merosot turun. Di mana-mana orang bingung, frustrasi, gusar, dan marah. Orang menjadi sensitif dan mudah sekali meledak dalam amuk. Orang tidak tahu lagi bagaimana keluar dari belitan krisis bak lilitan ular pyton ini. Tidak terkecuali masyarakat Yogyakarta juga sakit mengalami hantaman krisis itu.

Orang lantas berhitung betul-betul untuk mengeluarkan uangnya. Hal yang tidak penting tidak dibeli. Uang sedapat mungkin dibelanjakan untuk kepentingan nasi. Selain itu, nanti dulu. Dalam kondisi semacam ini barang-barang seperti barang elektronik, suku cadang kendaraan, pakaian, obat-obatan, dan semua barang import menjadi demikian mahal, nyaris tidak terjangkau. Tidak aneh kalau kemudian orang berusaha mencari harga-harga murah untuk keperluan itu. Akibtanya, barang-barang bekas yang istilah kerennya second hand menjadi begitu diminati karena harganya jelas lebih rendah dari harga barang-barang yang masih baru.

Kondisi semacam itu membangkitkan tumbuhnya aktivitas jual beli barang bekas secara meluas di Yogyakarta (sekalipun pada masa sebelum krisis aktivitas semacam ini juga sudah ada) . Kondisi semaca itu telah memicu tumbuhnya pasar-pasar loak di Yogyakarta. Bahkan pasar ini menjadi sasaran utama para pencari suku cadang kendaraan, kunci, barang elektronik, pakaian, sepatu, bahkan sampai pada urusan alat tulis. Jika kita keliling Yogyakarta kita akan menemukan pusat-pusat penjualan barang bekas itu, di antaranya; Alun-alun Selatan, Pasar Kranggan, Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Wanasari (Sekar Suli), Jejeran (Plered), Pasar Beringharjo, Paku Alaman, Depan Pasar Gampingan, Tamansari, dan mungkin juga di tempat-tempat lain dalam skala besar maupn kecil. Berikut ini Tembi menyajikan tempat-tempat penjualan barang bekas yang sering disebut sebagai pasar klithikan oleh masyarakat Yogyakarta. Klithikan dalam bahasa Jawa dikonotasikan sebagai sesuatu yang kecil, remeh, dan murah. Silakan simak.

Naskah: Sartono Kusumaningrat
Foto: Didit Priya Daladi

Source Link: Jakarta

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 19-08-16

    Hardi: Sang Presiden

    Sekitar pertengahan 2000-an, saya pernah melihat sebuah gambar yang terpampang di tangga rumah seorang sastrawan yang kebetulan saya kenal secara... more »
  • 19-08-16

    Wisuda MC Jawa Lanju

    Para wisudawan kursus Panatacara Pamedharsabda MC Basa Jawa di Tembi Rumah Budaya angkatan IX rupanya mempunyai pandangan yang hampir sama. Kesamaan... more »
  • 18-08-16

    Obituari Slamet Riya

    Mestinya, pada  Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang  digelar 18 Agustus 2016, pukul 19.30  di Tembi Rumah Budaya,  Slamet... more »
  • 18-08-16

    Peserta Badan Diklat

    Sebanyak 80 orang SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) baik provinsi, kabupaten, dan kota dari seluruh Indonesia yang berkunjung ke Tembi Rumah... more »
  • 16-08-16

    Karyawan Bir Bintang

    Menjelang maghrib hari Kamis 11 Agustus 2016, Tembi Rumah Budaya dikunjungi oleh karyawan PT Bir Bintang Jakarta sejumlah 100 orang. Mereka datang ke... more »
  • 16-08-16

    Suara Malam dan Peso

    Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang akan diselenggarakan Kamis, 18 Agsutus 2016, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Sewon, Bantul, Yogyakarta akan... more »
  • 16-08-16

    Kapak Batu di Pajang

    Senin, 25 Juli 2016 Sunardi (43) warga Dusun Manukan, Kelurahan Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, DIY menemukan sebuah benda yang... more »
  • 15-08-16

    Ketika Politik Prakt

    Haruskah kita bersikap jujur di depan sebuah karya seni? Pertanyaan itu muncul dalam diri saya ketika hadir dalam pembukaan pameran tunggal karya-... more »
  • 15-08-16

    Menikmati Semangkuk

    Judul naskahnya ‘Semangkuk Sup Makan Siang  atau Cultuurstelsel’  karya Hedi Santosa yang dimainkan oleh Whani Dproject selama dua hari 10... more »
  • 15-08-16

    Dunia Indigo dalam E

    Karya Edo Adityo sebagai penyandang disabilitas dan sekaligus indigo mungkin terkesan sangat personal, ekspresif, unik, dan sekaligus magis. Dalam... more »