Omah Kodok yang Terbuka dan Menyatu dengan Alam

Author:editorTembi / Date:20-10-2014 / Kompleks Frog House yang menyatu dengan alam lingkungannya ini memang terkesan Bohemian. Hampir tidak ada ruang privat di tempat ini kecuali kamar tidur yang sesungguhnya tidak bisa dikatakan benar-benar privat.

Rumah panggung merangkap dapur di Frog House, difoto: Kamis, 9 Oktober 2014, foto: a.sartono
Rumah panggung merangkap dapur di Frog House

Omah Kodok atau Frog House yang terletak di Pedukuhan Gesik, Dusun Kalipucang, Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY ini boleh dikatan demikian unik. Semua konstruksi bangunan rumah yang menempati area seluas 200 m x 200 m ini terdiri dari bambu dan kayu. Atapnya pun terbuat dari welit atau anyaman daun tebu/kelapa.

Dinding bangunan di kompleks ini hampir seluruhnya terbuat dari gedhek dan tripleks. Demikian pun dengan dapur dan bangunan panggungnya. Bahkan juga bangunan untuk tempat pertunjukan serta ruang tamunya. Ruang studio pun terbuat dari bambu. Terkesan semuanya apa adanya, lugu, dan terbuka.

Perbincangan Tembi dan Bege di tengah kompleks Frog House, difoto: Kamis, 9 Oktober 2014, foto: a.sartono
Area tengah kompleks Frog House

“Konsepnya adalah estetika sederhana,” tutur Bagus Prabowo (32) yang akrab dipanggil Bege, sang pemilik dan pengelola Frog House kepada  Tembi.

Berdasarkan konsep itulah Bege membangun kawasan Frog House ini menyatu dengan alam. Tidak aneh jika studio, rumah panggungya seperti menempel pada rumpun pohon bambu di pinggir sungai. Daun bambu yang gugur memenuhi lantai studio dan rumah panggung, juga bertebaran di lantai dapur.

Bagi Bege yang merupakan lulusan Jurusan Kriya Kayu, Institut Seni Indonesia (ISI) tahun 2007 ini, “kekotoran” seperti itu adalah hal biasa dan sudah merupakan bagian dari risiko atas pilihannya. Demikian pun soal debu yang masuk ke berbagai tempat dalam kompleks Frog House. Oleh karena itu, pilihan benda-benda yang dipajang pun memang bukan yang berharga mahal.

Perbincangan intensif Tembi dan Bege, difoto: Kamis, 9 Oktober 2014, foto: a.sartono
Bege saat berbincang dengan Tembi

Konsepsi rumah terbuka yang berbasis komunitas ini juga bisa dikatakan sebagai rumah bergerak. Artinya, pemajangan atau pemasangan benda atau elemen sebagai unsur pembentuknya bisa berubah setiap saat.

Perawatan atas rumah yang demikian juga menjadi sesuatu yang tidak bisa ditunda mengingat semua benda unsur bangunan memang berdaya tahan rendah. Kayu, bambu, atap welit hanya bisa digunakan dalam waktu yang terbatas. Namun bagi Bege hal ini justru mendorongnya untuk semakin kreatif. Kreativitas tidak boleh berhenti.

Basis komunitas, konsep terbuka, dan estetika sederhana dari Frog House akhirnya memang berkembang dalam program-program kegiatannya. Beberapa program yang dijalankannya di antaranya adalah Rebo Resik, Movie Night, Cerita Berbagi Karya, workshop, dan lain-lain.

Ruang umum yang merangkap ruang untuk pentas musik, difoto: Kamis, 9 Oktober 2014, foto: a.sartono
Ruang umum yang merangkap ruang untuk pentas musik

Kompleks Frog House yang menyatu dengan alam lingkungannya ini memang terkesan Bohemian. Hampir tidak ada ruang privat di tempat ini kecuali kamar tidur yang sesungguhnya tidak bisa dikatakan benar-benar privat.

Tempat ini dinamakan Frog House karena Bege menduga bahwa lingkungan itu dulu mungkin merupakan hunian atau tempat habitat para kodok. Memang sangat sering terdengar suara kodok di tempat itu. Jadi, Frog House ini bisa dikatakan “hanya” menumpang di tempat hunian kodok yang sebenarnya.

Ke Yogya yuk ..!

Naskah dan foto: A.Sartono dan ABarata
sumber: KRT. Jatiningrat, 2008, Rasukan Takwa lan Pranakan ing Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Yogyakarta: Tepas Dwarapura Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Yogyakarta Yogyamu

Latest News

  • 24-10-14

    Orang Rabu Legi Bany

    Hari kelahiran Rabu, diangkakan = 7 ditambah pasaran kelahiran Legi, diangkakan = 5. Jumlah weton 7 + 5 = 12. Watak: tidak bisa menerima keadaan atau... more »
  • 24-10-14

    Lomba Alih Aksara Ja

    Aksara Jawa di masa sekarang sudah tidak dipakai untuk kegiatan tulis-menulis sehari-hari. Namun demikian, bukan berarti aksara Jawa sudah tidak... more »
  • 24-10-14

    Angger Sukisno, Toko

    Angger adalah tokoh ketoprak, guru MC Jawa, penyiar televisi, sutradara, penulis naskah, dan guru macapat. Dapat dikatakan bahwa namanya sudah... more »
  • 23-10-14

    Gladhen Tembang Maca

    Tembang Dhandhanggula mempunyai watak indah dan luwes, dapat untuk mengekspresikan sastra tembang dengan berbagai tema dan suasana. Untuk materi yang... more »
  • 23-10-14

    Waosan Cerkak, Seni

    Pembacaan cerkak diawali dengan tarian Suryasasi yang mengesankan dunia kejawaan dalam baluran dunia mistis (jagat lelembut). Tarian dibawakan oleh... more »
  • 22-10-14

    Drama Musikal Intera

    Drama ini menceritakan tentang sebuah keluarga kecil yang berkeliling melakukan perjalanan menjelajah Indonesia untuk mencari anggota keluarga mereka... more »
  • 22-10-14

    Koleksi Mainan Anak

    Museum ini memang ditujukan kepada anak-anak supaya mereka bisa mengenal aneka mainan anak-anak dari zaman dulu hingga sekarang yang berasal dari... more »
  • 22-10-14

    Kisah Intel Jepang y

    Yoshizumi adalah pejabat intelijen Angkatan Laut Jepang (Kaigun Bukanfu) pimpinan Laksamana Tadashi Maeda, yang bersimpati pada perjuangan Indonesia... more »
  • 21-10-14

    SLB Panti Asih Pakem

    Kunjungan dari orang-orang berkebutuhan khusus memang belum banyak terjadi di Tembi. Bagaimana pun mereka punya hak yang sama dengan orang-orang... more »
  • 21-10-14

    Kosmologi Jawa: Tahu

    Keadaan pada windu Sangara ini ditandai dengan istilah larang pangan atau bahan pangan mahal. Secara ekonomis bisa diartikan barang tersedia dalam... more »