Sultan Agung dalam Wayang Babad

18 Apr 2015 Dinamakan wayang babad, karena wayang yang ada merupakan hasil rekaan dari tokoh-tokoh dalam cerita babad Mataram. Cerita yang dipentaskan malam itu merupakan bagian dari babad Mataram yang menceritakan tentang kejayaan Sultan Agung.

Paguyuban Dalang Muda Sukro Kasih mengadakan pentas apresiasi ‘Wayang Babad’ di Tembi Rumah Budaya di Tembi Rumah Budaya pada 23 Maret 2015, foto: Herjaka HS
Bentuk wayang babad karya Tri Kundono

Dalam memperingati hari jadi keempat, Paguyuban Dalang Muda Sukro Kasih mengadakan pentas apresiasi ‘Wayang Babad’ di  Tembi Rumah Budaya pada 23 Maret 2015. Pentas tersebut memilih cerita ‘Dumadine Makam Imagiri’ dengan dalang Ki Ir. Ekosuryo Maharsa, M.M. Dinamakan wayang babad, karena wayang yang ada merupakan hasil rekaan dari tokoh-tokoh dalam cerita babad Mataram. Cerita yang dipentaskan malam itu merupakan bagian dari babad Mataram yang menceritakan tentang kejayaan Sultan Agung.

Sultan Agung ketika masih muda bernama Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang, putra dari pasangan raja Mataram kedua Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati putri Pangeran Benawa raja Pajang. Setelah Prabu Hanyakrawati meninggal pada saat berburu, Raden Mas Rangsang menjadi raja Mataram ketiga dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Dibawah pemerintahan Sultan Agung Mataram berkembang menjadi besar.

Nasihat Ki Patih Mandaraka dan Sunan Kalijaga yang mengatakan bahwa ”Arabe digarap lan Jawane digawa” diupayakan sungguh-sungguh oleh Sultan Agung. Maka hal pertama yang dilakukan setelah menjadi raja, Sultan Agung melakukan ‘tapa ngeli’ melalui Sungai Opak hingga sampai Parangtritis, pantai laut selatan. Seperti yang telah dilakukan oleh Panembahan Senopati kakeknya, Sultan Agung menjumpai Kanjeng Ratu Kidul mohon dukungan dan bantuannya dalam menjalankan roda pemerintahan Keraton Mataram.

Pada waktu pemerintahan Sultan Agung, Di Parangtritis hiduplah seorang syeh bernama Belabelu. Syeh yang satu ini mempunyai kebiasaan aneh, yaitu, sebelum menanak nasi, beras itu disebar terlebih dahulu, lalu diambil satu-persatu, untuk kemudian ditanak. Sewaktu mengambil butiran beras tersebut Syeh Belabelu melakukan dikir. Kebiasaan yang demikian itu ditiru oleh pengikutnya yang sebagian besar tinggal di Parangtritis. Perilaku Syeh Belabelu yang berdikir tidak dengan tasbih disalahkan oleh Syeh Jumadil Kubro. Keduanya berbantah saling berebut benar.

Paguyuban Dalang Muda Sukro Kasih mengadakan pentas apresiasi ‘Wayang Babad’ di Tembi Rumah Budaya di Tembi Rumah Budaya pada 23 Maret 2015, foto: Herjaka HS
Ki Eko Suryo mengisahkan Sultan Agung melalui wayang babad

Dikarenakan tidak ada yang mau mengalah, maka Syeh Jumadil Kubro menantang Syeh Belabelu untuk beradu cepat saat pergi Jumatan di Mekkah. Siapa yang sampai di Mekkah terlebih dahulu menjelang sholat Jumat, dialah yang benar. Dengan tantangan ini Syeh Jumadil Kubro yakin bahwa ia akan memenangkan pertandingan. Karena sehabis subuh dirinya dapat langsung berangkat ke Mekkah, sedangkan Syeh Belabelu masih harus menyebar beras mengambilnya satu-persatu, memasak hingga matang dan baru menyantapnya.

Pada hari Jumat yang ditentukan oleh keduanya, Sultan Agung juga tiba di Mekkah untuk melakukan sholat Jumat. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya mewujudkan tekadnya “Arabe digarap” seperti yang disarankan Sunan Kalijaga. Sehabis sholat Jumat, Sultan Agung berjalan-jalan di sekitar masjid. Ia mencium bau harum di bumi Mekkah’ rasanya adem-ayem’ sejuk damai menyenangkan. Kepada takmir Masjid Mekkah Sultan Agung menyatakan keinginannya, kelak jika ajal telah menjemput, ia kepengin dimakamkan di sini.

Keingingan Sultan Agung ditolak, alasannya bahwa Sultan Agung masih membakar kemenyan yang dianggap bersekutu degan setan. Sultan Agung marah, tidak terima dengan tuduhan itu. Kemarahan Sultan Agung diketahui oleh Kanjeng Ratu Kidul, maka dengan serta merta dikirimlah pasukannya untuk membela Sultan Agung. Di Bumi Mekkah bala tentara Ratu Kidul menebar ‘pagebluk’ penyakit yang memakan banyak korban. Namun sebelum kejadian buruk itu meluas, Sunan Kalijaga menemui Sultan Agung dan meminta agar mau menghentikan amarahnya.

Paguyuban Dalang Muda Sukro Kasih mengadakan pentas apresiasi ‘Wayang Babad’ di Tembi Rumah Budaya di Tembi Rumah Budaya pada 23 Maret 2015, foto: Herjaka HS
Para pengrawit muda

Di tempat itu datang pula Syeh Belabelu dan Syeh Jumadil Kubro. Syeh Belabelu datang terlebih dahulu dan berhasil mengalahkan Syeh Jumadil Kubro dalam adu benar mengenai hal berdikir. Disaksikan oleh keduanya, Sunan Kalijaga mengatakan kepada Sultan Agung bahwa bumi Mekkah yang harum, sejuk damai serta menyenangkan dapat dihadirkan di bumi Mataram. Setelah berkata demikian, Sunan Kalijaga mengambil segenggam tanah di depannya dan melemparkannya jauh-jauh ke arah tenggara.

Di tempat tanah itu jatuh, bau harum akan semerbak di sekitarnya, siapa pun yang datang ketempat itu akan merasakan hal yang sama seperti di Mekkah, sejuk tenang damai, dan menyenangkan. Di tempat itulah engkau akan dimakamkan. Maka redalah amarah Sultan Agung. Ia memerintahkan bala tentara Ratu Kidul untuk menghetikan aksinya. Sultan Agung kembali ke Mataram dan mencari lokasi calon makam yang dipersiapakan. Lokasi tersebut ditemukan di bukit Merak Imogiri, di situlah Sultan Agung memulai membangun makam pada tahun 1632.

Demikianlah akhir dari cerita yang dipaparkan pada pegelaran wayang Babad yang didukung oleh para pengrawit dan para pesindhen muda. Pentas yang dimulai pukul 21.00 dan berakhir 02.30 tersebut terselenggara atas kerja sama antara  Tembi Rumah Budaya dan Paguyuban dalang muda Sukro Kasih serta didukung oleh Yogya TV tradisi tiada henti, Radio MBS dan berbagai pihak.

Paguyuban Dalang Muda Sukro Kasih mengadakan pentas apresiasi ‘Wayang Babad’ di Tembi Rumah Budaya di Tembi Rumah Budaya pada 23 Maret 2015, foto: Herjaka HS
Para pesinden muda

Ki Ir. Ekosuryo Maharsa, M.M. sebagai dalang, penggagas dan pembuat dibantu oleh Tri Kundono sebagai kreator mencoba memperkenalkan satu lagi jenis wayang kreasi kepada para tamu undangan dan para penonton yang hadir pada malam itu. Walaupun pegelaran malam itu belum menemukan format ‘cak-cakanipun ringgit babad’ yang pas dan mantap, Ki Ekosuryo berharap agar wayang Babad ini berumur panjang dan semakin digemari penonton. Karena sesungguhnya seperti halnya wayang purwa, di dalam wayang babad ada nilai-nilai kesucian, kejujuran, keadilan, kebijaksanaan, semangat nasionalisme dan kepahlawanan yang dapat ditransferkan kepada generasi muda jaman ini.

Nonton yuk ..!

Naskah dan foto: Herjaka HS

SENI PERTUNJUKAN

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 21-09-15

    Kata Emha Indonesia

    Emha mengkritisi agar orang tidak begitu saja menelan mentah-mentah apa yang disebut “modernisasi” dari “perkotaan”. Orang harus bersifat selektif... more »
  • 21-09-15

    Fragmen Wayang Orang

    Festival Njeron Beteng 2015 secara resmi diakhiri pada Minggu malam, 13 September 2015 dengan pementasan fragmen wayang wong (orang) dengan lakon... more »
  • 21-09-15

    Layar Terkembang, 33

    Kelahiran BBY bisa dikatakan serba kebetulan. Mungkin juga dalam perjalanannya apa yang dinamakan kebetulan itu terus terjadi. Keberadaan BBY dimulai... more »
  • 19-09-15

    Merti Bakpia 2015 Me

    Grebeg Bakpia ini diawali dengan kirab gunungan bakpia lanang (lelaki) dan gunung bakpia wedok (perempuan). Keseluruhan kue bakpia yang digunakan... more »
  • 19-09-15

    Konser Reog N Roll B

    Konser musik dianggap paling efektif untuk menyampaikan pesan sosial kepada masyarakat. Atas dasar itulah Kementerian Pariwisata menggandeng grup... more »
  • 19-09-15

    Nasi Goreng Mafia, S

    Ada beragam menu yang disajikan. Semua dengan nama berbau mafia. Nama-nama sangar ini sekaligus mencitrakan kesan menyengat, pedas, atau panas yang... more »
  • 19-09-15

    Naga Dina Senin Pon

    Pada bulan Besar ini ‘naga tahun’ dan ‘naga jatingarang’ menyatu di utara. Sedangkan tempat ‘naga dina’ berubah-ubah sesuai dengan hari dan pasaran.... more »
  • 18-09-15

    Liputan Majalah Kaja

    Gedung Kesenian Sobokarti dibangun oleh Belanda pada tahun 1930 yang aslinya bernama Volkstheater Sobokarti yang berarti tempat berkarya. Gedung ini... more »
  • 18-09-15

    Terima Kasih Bu Susi

    Acara penutupan pameran ini terasa istimewa karena tidak saja dilakukan oleh menteri, namun juga karena diiringi acara yang relatif lebih banyak dari... more »
  • 18-09-15

    Yogyakarta Night at

    Komunitas anak-anak muda ini telah menunjukkan aksi konkret dalam upaya memperkenalkan dan mencintai museum kepada publik. Dengan acara yang... more »