Pameran Imaji Wayang Kelompok Topobroto di Tembi

09 Jun 2016 Wayang telah menjadi bagian dari khasanah kebudayaan nasional Indonesia. Pengaruhnya demikian kuat, bahkan seperti menjadi bagian integral dari kebudayaan Jawa dan beberapa kebudayaan lokal lain di Nusantara. Sekalipun demikian, sejalan dengan perkembangan zaman generasi muda mulai tidak tahu tentang wayang. Bahkan untuk mengenal salah satu tokohnya pun mereka tidak tahu. Apabila untuk hal yang sederhana saja mereka banyak yang tidak tahu, apalagi untuk mengerti dan kemudian mencintainya.

Keadaan tersebut menggelisahkan banyak orang (seniman) seperti kelompok Topobroto yang memamerkan karya lukis wayangnya di Tembi Rumah Budaya 30 Mei-12 Juli 2016. Kelompok Topobroto adalah komunitas seniman yang menggeluti seni lukis wayang dengan daya imajinasi, kreasi, dan tekanan minat pada jenis wayang yang berbeda-beda. Katakanlah Wibowo, ketua lama dari kelompok Topobroto, lebih menekankan lukisan wayang dari sisi bayang-bayangnya. Ia berargumen bahwa kehidupan wayang sesungguhnya berada pada sisi bayang-bayangnya itu. Hal ini sesuai pula dengan makna kata wayang yang berarti permainan bayang-bayang.

Sudjadijono, SE.MM. yang sekaligus sebagai pemilik Gallery Sekar Wangi, pemilik Yayasan Cakra Dewa, dan penggiat Desa Budaya Cepor, lebih tertarik melukis wayang  dalam bentuk asli wayang kulit dalam komposisi yang kompak sesuai dengan gagasan atau tema yang hendak disampaikan. Tak urung lukis wayangnya lebih sering memunculkan lebih dari satu perwajahan tokoh wayang sebagai bentuk dialog dan sekaligus problematika yang hendak dipresentasikan. Permainan warna yang colorful dalam karya lukisnya seperti hendak memunculkan sekian banyak persoalan yang terkandung dalam dunia wayang yang barangkali juga merupakan gambaran dunia batin manusia.

Iskandar lebih tertarik melukiskan dunia wayang pada material kaca. Tampak ia berusaha memadukan wayang sadat, panji, dan purwa dalam satu bidang material yang digarapnya. Melukis di atas kaca tentu memiliki kesulitan tersendiri dibandingkan dengan kanvas. Namun itulah pilihan Iskandar.

Sementara Salim Harama tampak tertarik untuk melukis wayang wong sebagai curahan gagasan dan ekspresinya. Lukisan Salim Harama menjadi agak istimewa karena dibuat dengan menggunakan kaki karena ia tidak dikaruniai dua tangan. Agus Nuryanto tampak lebih berminat memadukan bentuk wayang kulit purwa dengan wayang beber, terutama pada perwajahannya. Sementara untuk setting-nya ia lebih condong pada bentuk realis.

Dwi Mukti Wibowo yang sejak 2001 hingga sekarang selalu berpameran setiap tahun lebih menekankan pada objek wayang potehi yang berasal dari Negeri Tiongkok. Gaya lukisan yang dituangkan Dwi Mukti Wibowo di atas material kanvas tampak berbeda dengan yang lain karena ia lebih menekankan gaya colekan dan kuasan yang kental, keras, dan nyaris spontan. Sehingga objek yang dilukisnya seperti tersembunyi atau disembunyikan dalam paparan cat yang dikuaskan tebal dan spontan.

Pameran Imaji Wayang dari Kelompok Topobroto dibuka secara resmi oleh Dr. Christanto Wisma Nugraha, M.Hum, dosen Jurusan Sastra Nusantara FIB UGM. Dalam sambutannya Christanto antara lain menyampaikan bahwa topobroto adalah lakuan matiraga untuk mencapai sesuatu yang lebih baik, lebih sempurna dalam kehidupan manusia. Diharapkan kelompok ini juga mampu berbuat demikian dengan karya-karyanya.

Naskah dan foto:a.sartono

Pembukaan pameran Kelompok Topobroto secara resmi dibuka oleh Dr. Christanto Wisma Nugraha, M.Hum., difoto: 30 Mei 2016, foto: a.sartono Semar Nguda Rasa, akrilik di atas kaca, 85 x 75 cm, karya Iskandar, difoto: 30 Mei 2016, foto: a.sartono Jothosuro, 150 x 100 cm, akrilik on canvas, 2016, karya Sudjadijono, difoto: 30 Mei 2016, foto: a.sartono Gatutkaca, 125 x 145 cm, oil on canvas, karya Wibowo, difoto: 30 Mei 2016, foto: a.sartono Wayang Potehi, 30 x 40 cm, akrilik on paper, 2016, karya Dwi Mukti Wibowo, difoto: 30 Mei 2016, foto: a.sartono Untitled, 80 x 60 cm, oil on canvas, 2016, karya Salim Harama, difoto: 30 Mei 2016, foto: a.sartono Letjend Tyasno Sudarto tengah berbincang dengan salah satu peserta pameran Imaji Wayang di Tembi Rumah Budaya, difoto: 30 Mei 2016, foto: a.sartono Panen Tlah Tiba, 40 x 45 cm, oil on canvas, 2016, karya Agus Nuryanto, difoto: 30 Mei 2016, foto: a.sartono SENI RUPA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 11-08-16

    Purwadmadi, Penyair,

    Nama lengkapnya Purwadmadi Admadipurwa, atau sering dipanggil Pur. Dia seorang penyair sekaligus novelis dan jurnalis. Pernah menjadi wartawan... more »
  • 11-08-16

    Menapak Tilas Jalan

    Judul              : Ekspedisi Anjer -  Panaroekan. Laporan Jurnalistik Kompas 200... more »
  • 11-08-16

    Menapak Tilas Jalan

    more »
  • 10-08-16

    ‘Operasi’ Gagasan da

    Tajuk pamerannya ‘Operasi’, menampilkan seni rupa karya Operasi Rachman Muchamad, dipamerkan sejak 30 Juli sampai 9 Agustus 2016 di Taman Budaya,... more »
  • 10-08-16

    Mengenal Budaya Jawa

    Tak kenal maka tak sayang. Begitulah ungkapan tentang pentingnya proses mengenal. Diawali dengan mengenal dan kemudian tergerak untuk mencari tahu,... more »
  • 09-08-16

    Pameran Koleksi Seni

    Ketika karya seni dipamerkan atas nama “negara”, maka peristiwa pameran karya-karya itu menjadi semacam “pernyataan resmi” yang menunjukkan bagaimana... more »
  • 09-08-16

    Sunan Pakubuwana X B

    Sejarah membuktikan,bahwa di masa pemerintahan Sunan Pakubuwana X (yang bergelar Sampeyan Dalem Ingkang Wicaksana Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan/... more »
  • 08-08-16

    Jarasanda Anak Buang

    Setelah genap masa kandungannya,  hanya selisih beberapa jam, kedua permaisuri Prabu Wrehatrata melahirkan. Anehnya masing-masih bayi yang... more »
  • 08-08-16

    Mempelajari Perjalan

    Judul             : Pengantar Sejarah Kota Penulis       ... more »
  • 08-08-16

    Tembok Kuno Bekas Pe

    Pajimatan Imogiri yang menjadi kompleks makam raja-raja Mataram sudah demikian terkenal. Di seputaran kompleks tersebut juga ditemukan bangunan atau... more »