Agus Baqul Purnomo “Transit” Dalam Kurun 10 Tahun

30 Oct 2015

Pada 27 Oktober - 3 November 2015 Agus Baqul secara khusus memamerkan penggalan aktivitas panjangnya yang menampilkan pilihan karya selama kurun waktu 2005-2015 di Bentara Budaya Yogyakarta, dengan tema “Transit”.

Agus Baqul Purnomo, pelukis muda kelahiran 1975 dan lulusan ISI Jurusan Seni Lukis tahun 2005 ini seperti tidak berhenti berkarya secara intens di wilayah kaligrafi kontemporer. Bahkan posisinya sebagai perupa dalam seni rupa Asia semakin menguat. Pembicaraan wilayah kaligrafi kontemporer tampaknya tidak afdol jika tidak menyinggungnya. Agus Baqul juga semakin mengukuhkan posisinya dengan berbagai pameran di kota-kota di berbagai belahan dunia seperti Manila, Tokyo, Dubai, Beijing, Seoul, Kuala Lumpur, Singapura, Taiwan, Jakarta, Bandung, Bali, Magelang, Yogyakarta, dan bahkan di Liverpool, Athena, dan California.

Pada 27 Oktober-3 November 2015 Agus Baqul secara khusus memamerkan penggalan aktivitas panjangnya yang menampilkan pilihan karya selama kurun waktu 2005-2015 ini, termasuk karya abstrak sebelum “angka” dan “huruf” dimunculkannya. Pameran yang digelar di Bentara Budaya Yogyakarta ini sebagai hasil kerja sama Bentara Budaya Yogyakarta dan Jogja Contemporary serta dibuka secara resmi oleh Saiful Adnan (tokoh masyarakat Minangkabau di Yogyakarta) dan Robert Nasrullah (imam masjid besar kampus UIN Yogyakarta) diberi tajuk “Transit”.

Tajuk atau tema transit ini bisa dimaknai sebagai kegairahannya selama berproses, ia telah melakukan perjalanan panjang dan akan menuju perjalanan yang lebih panjang lagi. Demikian antara lain yang diungkapkan Deni Junaedi dalam catatannya atas pameran Agus Baqul. Transit yang diangkat sebagai tema oleh Agus Baqul bisa dipakai untuk menandai semacam etape perjalanan kesenimanan Agus Baqul selama 10 tahun terakhuir. Sebuah perjalanan yang bisa dikatakan belum relatif lama dalam pergulatan kesenimanan, namun di dalamnya telah berisi tapak-tapak penuh makna yang menjadi monumen dan mengendap menjadi memori.

Hal inilah yang perlu dilihat lagi sambil menantang dirinya sendiri untuk membuktikan pencapaian dan perkembangan yang telah didapat untuk kemudian menciptakan tantangan baru untuk semakin meningkatkan kepiawaian, ketajaman, keterampilan, dan kedalaman di dalam berkarya berikutnya.

Untuk ke depan kemungkinan besar Agus Baqul masih akan mengeksplorasi kaligrafi Islam. Hal demikian tidak mustahil mengingat bahwa sejak kanak-kanak Agus Baqul sudah belajar membaca al-Quran, ikut kegiatan Muhammadiyah, terlibat dalam Pelajar Islam Indonesia, dan kini setiap minggu ia mengikuti halaqoh Hizbut Tahrir. Selain itu ia juga mengamati pergolakan dunia internasional khususnya yang terjadi di negara-negara Muslim.

Agus Baqul juga merupakan seniman yang getol melakukan eksplorasi. Tidak hanya bentuk dan teknik, namun juga materialnya. Agus Baqul kini tengah masuk ke pergulatan karya dengan bahan nonkonvensional, misalnya dengan huruf-huruf Latin yang dituliskan di atas keset. Bahkan centong nasi pun ia eksplorasi, salah satunya dengan membubuhkan teks di atasnya. Barangkali ke depan karyanya akan terus bergerak secara dinamis dan menawarkan ribuan terobosan baru. Demikian salah satu tulisan Deni Junaedi yang menjadi teman bermain Agus Baqul dan kini menjadi dosen estetika di ISI Yogyakarta.

Naskah dan foto: asartono

Agus Baqul Purnomo dan Deni Juaedi (curator) dalam pembukaan acara Pameran Lukisan Transit di Bentara Budaya Yogyakarta, difoto: Selasa, 27 Oktober 2015, foto: a,sartono Karya Agus Baqul “Allahu Akbar”, Acryllic on Canvas, 200 x 300 cm, 2015, difoto: Selasa, 27 Oktober 2015, foto: a,sartono Dari kiri ke kanan: Agus Baqul Purnomo, Deni Junaedi, Robert Nasrullah, dan Saiful Adnan dalam pembukaan pameran lukisan “Transit” di Bentara Budaya Yogyakarta, difoto: Selasa, 27 Oktober 2015, foto: a,sartono Karya Agus Baqul “Home”, Acryllic on Canvas, 25 x 25 cm, 12 panels, 2006, difoto: Selasa, 27 Oktober 2015, foto: a,sartono Karya Agus Baqul “Starry Starry Night”, Acryllic on Canvas, 100 x 80 cm, 2010, difoto: Selasa, 27 Oktober 2015, foto: a,sartono Karya Agus Baqul “Basmallah”, Acryllic on Canvas, 200 x 180 cm, 2015, difoto: Selasa, 27 Oktober 2015, foto: a,sartono SENI RUPA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 03-11-15

    Ludruk Puisi Di Temb

    “Ini ludruk puisi garingan, yang sengaja dipentaskan di Tembi Rumah Budaya. Garingan artinya, datang dan pergi biaya sendiri,” ujar Giryadi, salah... more »
  • 03-11-15

    Asal-muasal Nama Tem

    Judul                  : Toponim Kotagede. Asal Muasal Nama Tempat... more »
  • 03-11-15

    Tiga Penyair Dari Ti

    Tiga penyair dari kota yang berbeda tampil di Tembi Rumah Budaya mengisi Sastra Bulan Purnama edisi ke-49, Kamis, 29 Oktober 2015, dengan launching... more »
  • 03-11-15

    Penghargaan Untuk Se

    Pada Kamis, 29 Oktober 2015 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bantul menggelar acara pemberian penghargaan kepada seniman, kelompok seni, dan... more »
  • 02-11-15

    Berbagi Rasa Dan Sua

    Dalam konser ini Frau mencoba menghadirkan pengalaman baru yang lebih menyeluruh dalam menikmati musik. Frau, atau yang akrab disapa Lani bersama... more »
  • 02-11-15

    David Nurbianto, Men

    Menjadi juara pertama ajang Stand Up Comedy season empat yang diadakan Kompas TV membuat nama David Nurbianto semakin melambung. Selain semakin tenar... more »
  • 02-11-15

    Suratrimantra Gagal

    Suratrimantra mempunyai kesaktian berwujud air semangka sebagai air kehidupannya, seperti kesaktian yang dimiliki Rajamala. Apabila Suratrimantra... more »
  • 31-10-15

    Macapatan Putaran ke

    Di hadapan para pecinta macapat, Paguyuban Karawitan Laras Madya mendapat kesempatan untuk membawakan gendhing-gendhing Jawa melalui keterampilan... more »
  • 31-10-15

    Rabu Paing Hari Tida

    Rabu Paing 4 November 2015, kalender Jawa tanggal 21, bulan Sura, tahun 1949 Jimawal, hari Taliwangke, wuku Wayang, tidak baik untuk berbagai macam... more »
  • 31-10-15

    Kisah Raja Kerajaan

    Buku ini merupakan terjemahan naskah kuno, Banjaransari jilid III. Naskah ini aslinya ditulis dalam huruf Jawa, berbahasa Jawa dan berbentuk prosa.... more »