Slamet Riyadi Sabrawi, Penyair yang Dokter Hewan

24 Jun 2015

Sejak masih sebagai mahasiswa, Slamet selain dikenal sebagai penyair, dia juga ikut mengelola majalah kampus “Gelora Mahasiswa” bersama diantaranya Saur Hutabarat, dan Iman Anshori Shaleh. Jadi, sejak masih mahasiswa Slamet sudah bergulat dengan media, bahkan setelah dia selesai dari Kedokteran Hewan, memilih mengembangkan karier sebagai jurnalis di Jakarta.

Taufiq Ismail adalah seorang dokter hewan sekaligus penyair. Rupanya, ada lagi seorang dokter hewan yang juga penyair, dan beberapa kali tampil membaca puisi karyanya di Tembi Rumah Budaya, Slamet Riyadi Sabrawi namanya. Slamet, demikian panggilannya, selain menggeluti dunia puisi, dia juga tak bisa dipisahkan dari jurnalistik. Yang menarik, Slamet adalah kelurga dokter: istrinya seorang dokter hewan dan anak semata wayangnya seorang dokter umum, yang sekarang sedang menempuh pendidikan sebagai dokter spesialis.

Sejak masih sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Slamet Riyadi sudah aktif di Persada Studi Klub (PSK) asuhan Umbu Landu Paranggi. Dia seangkatan dengan Emha Ainun Najib dan Linus Suryadi AG. Slamet yang lahir di Pekalongan 12 Juni 1953, aktif di PSK antara tahun 1973-1978.

Pergaulan antara penyair kampus dan penyair di Malioboro pada masa itu ditandai dengan diterbitkan antologi puisi ‘Bulaksumur-Malioboro’ dan Slamet Riyadi Sabrawi menjadi editor bersama dengan Halim HD dan Linus Suryadi AG. Slamet dan Halim mewakili Bulaksumur (UGM) yang berbeda fakultas, Slamet di Kedoketaran Hewan dan Halim di Fakultas Filsafat dan Linus Suryadi mewakili komunitas Malioboro.

Sejak masih sebagai mahasiswa, Slamet selain dikenal sebagai penyair, dia juga ikut mengelola majalah kampus “Gelora Mahasiswa” bersama diantaranya Saur Hutabarat, dan Iman Anshori Shaleh. Jadi, sejak masih mahasiswa Slamet sudah bergulat dengan media, bahkan setelah dia selesai dari Kedokteran Hewan, memilih mengembangkan karier sebagai jurnalis di Jakarta. Dia sempat menjadi redaktur pelaksana sebuah surat kabar yang terbit di Jakarta.

Sampai sekarang, puisi dan jurnalistik masih digeluti. Memang, dia tidak menjadi wartawan di satu surat kabar, melainkan aktivitas dia menjadi ‘guru’ bagi wartawan bersama dengan Ashadi Siregar di lembaga yang sekarang bernama LP3J (Lembaga Penelitian Pengembangan Profesi Jurnalisme). Di lembaga inilah Slamet ikut ‘menggembleng’ wartawan untuk sungguh-sungguh menjadi wartawan yang baik.

Sebagai penyair, Slamet Riyadi Sabrawi telah menerbitkan beberapa antologi puisi. Salah satu antologi puisi yang baru terbit, dan di-launching di Sastra Bulan Purnama 5 Juni 2015 berjudul ‘Ujung Beliung.’ Antologi ini memuat 62 puisi pilihan dari tahun 2013-2015. Sebelumnya Slamet telah menerbitkan antologi puisi berjudul ‘Lilin-Lilin Melawan Angin’ (2009), ‘Tiba-tiba Ingatanku Menjalari Tubuhmu’(2011), “Topeng’ (2012), ‘Laron’ (2012), 'Negeri Barbar' (2012).

Selain itu, puisi Slamet juga dimuat dalam antologi puisi bersama, misalnya 'Kitab Radja dan Ratoe Alit' (bersama 50 penyair), 'Bangga Aku menjadi Rakyat Indonesia'; (bersama 51 penyair), 'Negeri Abal-Abal’ (bersama 99 penyair), 'Negeri Langit' (bersama 151 penyair Indonesia) dan sejumlah antologi bersama lainnya.

Pada usianya yang ke-62 tahun, yang disebut sebagai tumbuk ageng, tepat 12 Juni 2015, Slamet menulis puisi yang diberi judul ‘62’ dan dibacakan pada pembukaan pameran dengan tajuk ‘The Circle” karya Roadiyn Choerodin di Tembi Rumah Budaya.

“Malam ini, pada pembukaan pameran di Tembi Rumah Budaya, kebetulan tepat usia saya 62 tahun, yang disebut sebagai tumbuk ageng. Disebut sebagai tumbuk ageng, karena merupakan bertemunya weton/neptu lahir dan weton/neptu hari ini saya berulang tahun. Maka saya akan membacakan puisi berjudul 62,” kata Slamet sebelum membaca puisi.

Sebagai penyair Slamet Riyadi Sabrawi produktif menulis puisi. Setiap dia melihat momentum atau gejala, dengan segera dia akan membuat puisi, dan dengan segera pula dia akan mengunggah puisinya itu di media jejaring sosial.

Puisi dan jurnalistik rasanya mengalahkan profesi dia sebagai dokter hewan.

Ons Untoro 
Foto: Sartono

Slamet Riyadi Sabrawi sedang membaca puisi berjudul ‘62’ di Tembi Rumah Budaya, foto: Sartono PROFIL
  • dulu untuk mengirim komentar

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 16-09-16

    Notaris Pertama Warg

    Di masa penjajahan Belanda atas Nusantara masyarakat pribumi hanya menjadi budak. Semua pekerjaan kasar dilakukan oleh pribumi, sementara orang-orang... more »
  • 15-09-16

    Kemiskinan Ala Kadar

    Apa yang membedakan Garin Nugroho dari kebanyakan sutradara di industri film Indonesia? Film terbaru Garin, Setan Jawa, adalah jawaban yang paling... more »
  • 14-09-16

    Sega Obonk Berpadu d

    Kreasi atau cipta karya kuliner terus dilakukan Warung Dahar (WD) Pulo Segaran Tembi Rumah Budaya. Untuk bulan September ini WD Pulo Segaran... more »
  • 31-08-16

    Rujukan untuk Mengen

    Judul            : Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia Penulis        ... more »
  • 30-08-16

    “Paket Kemerdekaan”

    Agustus tiba, Agustus pergi. Layaknya pengulangan yang tak akan berhenti, Agustus di Indonesia adalah perayaan yang memiliki “paketnya” sendiri.... more »
  • 30-08-16

    Wilayah Praja Mangku

    Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, tidak hanya terkenal setelah dibangunnya Kompleks Pemakaman Keluarga Suharto, Presiden RI ke-2... more »
  • 29-08-16

    Monolog dan Gerak Pu

    Dua puisi karya Resmiyati, yang dimuat dalam antologi puisi ‘Membelah Bulan’, masing-masing berjudul ‘Katresnan’ dan ‘Sephia 2’ diolah dalam bentuk... more »
  • 29-08-16

    Buku Pelajaran Sejar

    Judul            : Leerboek der Geschiedenis van Nederlandsch Oost-Indie Penulis  ... more »
  • 29-08-16

    Kawasan Panggung Kra

    Panggung Krapyak adalah salah satu bangunan cagar budaya yang berlokasi di Dusun Krapyak, Kelurahan Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul... more »
  • 27-08-16

    Bayi Kelahiran Mangs

    Pranatamangsa: memasuki Mangsa Surya III Mangsa Katelu, 25 Agustus sampai dengan 17 September 2016, umur 24 hari. Candrane: Suta Manut ing Bapa,... more »