Obituari Slamet Riyadi Sabrawi, Penyair, Dokter Hewan dan Jurnalis

18 Aug 2016 Mestinya, pada  Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang  digelar 18 Agustus 2016, pukul 19.30  di Tembi Rumah Budaya,  Slamet Riyadi Sabrawi tampil membacakan puisi yang ada dalam antologi berjudul ‘Gurit Terang di Tubuh Malam’, yang akan dilaunching. Tetapi karena, Sabtu malam, 13 Agustus 2016 pukul 22.00 Slamet Riyadi Sabrawi dipanggil Tuhan dan dimakamkan minggu pagi di Salatiga, dia batal hadir dan puisi-puisinya akan dibacakan para dokter spesialis.

Slamet Riyadi Sabrawi lahir di Pekalongan, 12 Juni 1953, dan sejak mahasiswa tahun 1970-an dia menetap di Yogyakarta sampai sekarang. Antologi puisi yang diterbitkan terakhir ini memang dipersiapkan untuk usianya yang sudah menginjak 63 tahun, dan bisa terbit tanggal 9 Juni 2016 berisi 63 puisi.

“Mas Ons, apakah bisa bantu puisi saya ini terbit sebelum tanggal 12 Juni 2016, kalau bisa tanggal 9 Juni 2016, atau sebelumnya,” kata Slamet Riyadi Sabrawi melalui telepon.

Waktu dua minggu yang tersedia segera saya gunakan untuk mempersiapkan buku puiai karya dia, mengedit dan memberi pengantar, persis seperti tanggal diminta buku sudah selesai.

Rupanya, buku antologi puisi ini merupakan buku terakhir karya Slamet Riyadi Sabrawi. Tentu, saya tidak menduga akan hal ini. Karena sejak persiapan penerbitan sampai setelah terbit kita selalu bertemu, dan sangat sering pergi berdua. Bahkan ketika malam hari dia mengirim pesan singkat mengabarkan bahwa dirinya opname di rumah sakit, saya segera menengok keesokan harinya dan berbincang di kamarnya. Beberapa kali saya bertemu Slamet di rumah sakit, termasuk ketika dia sudah pulang ke rumah.

Sabtu siang, 13 Agustus 2016, saya masih berbincang dengannya melalui WA dan saling mengabarkan mengenai Sastra Bulan Purnama 18 Agustus 2016, dan dia merasa senang bukunya akan dilaunching. Malam hari, dia telah pergi dipanggil Tuhan. Saya hanya bisa terhenyak.

Dalam dunia kepenyairan Slamet Riyadi Sabrawi sudah lama bergelut dengan sastra. Sejak di Yogya ada komunitas yang menamakan diri Persada Studi Klub asuhan Umbu Landu Paranggi, Slamet sudah aktif di komunitas itu bersama Emha Ainun Najib, Linus Suryadi AG, Iman Budhi Santosa dan sejumlah penyair lainnya.

Ketika mahasiswa Slamet aktif di pers kampus dan mengelola surat kabar ‘Gelora Mahasiswa’ di antaranya dengan Saur Hutabarat, Imam Anshori Saleh dan sejumlah mahasiswa UGM lainnya. Sastra dan jurnalistik tak bisa dipisahkan dari Slamet, padahal disiplin ilmu yang ditempuh Kedokteran Hewan. Jadi, sebagai dokter hewan, Slamet lebih banyak bergerak di wilayah sastra dan jurnalistik. Dan belekangan mengembangkan jurnalisme empati, yang peduli terhadap penderita HIV-AIDS

Teman-temannya mengenal Slamet Riyadi Sabrawi sebagai seorang dokter hewan, dan Master Public Health sekaligus penyair dan jurnalis. Ketiga area itu berada dalam diri Slamet Riyadi Sabrawi dan dia bisa membaginya. Dalam hal menulis puisi, Slamet termasuk produktif, apalagi peralatan digital tak bisa pisah darinya, sehingga setiap kali melihat momentum memberi inspirasi untuk menulis puisi. Termasuk ketika dia opname di Rumah Sakit di kamar 341, dia tuliskan menjadi puisi, dan diupload melalui facebook. Puisi tersebut dibacakan oleh Butet Kartaredjasa pada saat upacara pemakaman Slamet Riyadi Sabrawi. Berikut ini puisi itu:

KAMAR 341

Aku bersiap hijrah dari kamar tak berwajah
Di sebuah sudut muram tanpa gelisah
Di ujung selasar yang mata lampunya berkedip
Dan suara rengeknya seperti peluit

Ini bukan stasiun kereta pembawa berita
Ini kamar yang bertimbun doa di sekujur renta
"Jangan pernah lupa sangkanmu" ujarnya
Lalu aku melipat rasa nyeri dari kepala ke kaki

Lalu sekujur tubuhku menari merangkai sepi

                       Juli 2016

Ons Untoro

Slamet Riaydi Sabrawi ketika tampil membaca puisi di Sastra Bulan Purnama di Amphythater Tembi Rumah Budaya, foto: dok Tembi Buku Antologi puisi yang dilaunching di Sastra Bulan Purnama edisi 59, malam nanti di Tembi Rumah Budaya Butet Kertaredjasa membacakan puisi Kamar 341 dalam acara pemakaman Slamet Riyadi Sabrawi PROFIL

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 20-08-16

    Ada Tiga Hari Baik P

    Pranatamangsa: mulai 25 Agustus memasuki Mangsa Surya III Mangsa Katelu, usia 24 hari, sampai dengan 17 September 2016. Candrane: Suta Manut ing Bapa... more »
  • 19-08-16

    Hardi: Sang Presiden

    Sekitar pertengahan 2000-an, saya pernah melihat sebuah gambar yang terpampang di tangga rumah seorang sastrawan yang kebetulan saya kenal secara... more »
  • 19-08-16

    Wisuda MC Jawa Lanju

    Para wisudawan kursus Panatacara Pamedharsabda MC Basa Jawa di Tembi Rumah Budaya angkatan IX rupanya mempunyai pandangan yang hampir sama. Kesamaan... more »
  • 18-08-16

    Obituari Slamet Riya

    Mestinya, pada  Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang  digelar 18 Agustus 2016, pukul 19.30  di Tembi Rumah Budaya,  Slamet... more »
  • 18-08-16

    Peserta Badan Diklat

    Sebanyak 80 orang SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) baik provinsi, kabupaten, dan kota dari seluruh Indonesia yang berkunjung ke Tembi Rumah... more »
  • 16-08-16

    Karyawan Bir Bintang

    Menjelang maghrib hari Kamis 11 Agustus 2016, Tembi Rumah Budaya dikunjungi oleh karyawan PT Bir Bintang Jakarta sejumlah 100 orang. Mereka datang ke... more »
  • 16-08-16

    Suara Malam dan Peso

    Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang akan diselenggarakan Kamis, 18 Agsutus 2016, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Sewon, Bantul, Yogyakarta akan... more »
  • 16-08-16

    Kapak Batu di Pajang

    Senin, 25 Juli 2016 Sunardi (43) warga Dusun Manukan, Kelurahan Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, DIY menemukan sebuah benda yang... more »
  • 15-08-16

    Ketika Politik Prakt

    Haruskah kita bersikap jujur di depan sebuah karya seni? Pertanyaan itu muncul dalam diri saya ketika hadir dalam pembukaan pameran tunggal karya-... more »
  • 15-08-16

    Menikmati Semangkuk

    Judul naskahnya ‘Semangkuk Sup Makan Siang  atau Cultuurstelsel’  karya Hedi Santosa yang dimainkan oleh Whani Dproject selama dua hari 10... more »