Film “Rangsa Ni Tonun” Kisah Punahnya Kain Tenun Batak
Author:editorTembi / Date:12-04-2014 / Kisah dari film ini menarik, sekaligus memberi pesan bahwa tradisi pembuatan kain tenun khas Batak sudah punah. Judul filmnya ‘Rangsa Ni Tonun, dibuat oleh MJA Nashir bersama Sandra Niessen, antopolog Belanda-Kanada. Film diputar, Jum’at siang 4 April 2014 di auditorium museum Sanabudoyo, Jl. Trikora 6, Yoagyakarta diselenggarakan Pusat Kebudayaan Indonesia-Belanda ‘Karta Pustaka’
Film Rangsa Ni Tonun
Film dokumenter ini dibuat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sandra Niessen. Selain dibuat film, telah diterbitkan buku dengan judul yang sama dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, judulnya masih sama diterjemahkan oleh Landung Simatupang.
Durasi filmya sekitar 30 menit. Kisah film dokumenter ini menyajikan proses pembuatan tenun sejak dari mencari dan memilih kapas, membuat benang, mewarai benang sampai proses penenunan dan menghasilkan kain, yang dikenal dengan nama ulos.
Melihat sajian proses menenun, yang dikerjakan oleh perempuan, kita seperti diperlihatkan ketekunan seorang seniman dalam menganyam keindahan, meski para pembuat kain tenun tidak disebut sebagai seniman. Padahal, proses yang ditempuh, sungguh menunjukkan kerja kreatif yang mengagumkan.
Namun, proses pembuatan kain batik seperti itu, di Sumatra Utara sudah tidak ada lagi. Ia hanya tinggal masa lalu. Tak ada generasi yang meneruskan kerja kreatif seperti itu. Proses pembuatan kain tenun, seperti halnya batik di Jawa, lebih bersifat pabrik dengan menggunakan teknis cetak dan sejenisnya.
“Saya merasa sedih melihat pembuatan kain tenun di Batak sudah punah, sehingga untuk proses pembuatan film dan bahan-bahan yang diperlukan harus mengambil di tempat lain, termasuk mengambil dari Bali” kata Sandra Niessen.
Sandra Niessen
Sebagai peneliti kain tenun Batak, Sandra Niessen melihat, bahwa masing-masing daerah di Indonesia memiliki tradisi membuat kain, termasuk Batik di Jawa, sehingga sebetulnya yang perlu ditetapkan sebagai warisan dunia bukan hanya batik, melainkan kain Nusantara.
“Dengan demikian kain di Nusantara mendapatkan penghargaan yang sama dan bukan hanya batik” kata Sandra Niessen.
Sandra Niessen menegaskan, bahwa tradisi kain tenun nusantara perlu dihargai. Masing-masing daerah memliki tradisi tenun seperti Ulos di Batak, tenun di NTT dan lainnya, semuanya merupakan variasi masing-masing daerah, tetapi sesungguhnya dalam satu tema yang sama.
Anggi Minarni, direktris Karta Pustaka dalam undangannya menuliskan, sepanjang sejarah peradaban Batak, para penenun kain Batak di Sumatera Utara telah menciptakan lebih dari 100 jenis desain. Kebanyakan kini langka, bahkan tidak ditenun lagi atau digunakan. Budaya tenun Batak berada dalam krisis. Jika tradisi tenun Batak menghilang, maka hilang pulalah warisan manusia untuk seluruh dunia. Antropolog Belanda Sandra Niessen, dan seniman Indonesia MJA. Nashir mendokumentasikan hasil riset panjang tentang kain Batak yang dilakukan Sandra Niessen selama 35 tahun. Ikhwal kain Batak ini diceritakan dalam film "Rangsa ni Tonun".
Dalam pemutaran film dokumenter ini juga dipamerkan kain ulos Batak yang sudah tidak diproduksi dan kain ulos yang masih diproduksi, serta foto-foto proses pembuatan tenun, dokumentasi dari proses pembuatan film dokumenter ‘Rangsa Ni Tonun’.
Kain Ulos
Salah seorang penonton, yang mengaku pernah tinggal di Batak selama 6 tahun, merasa tergetar melihat foto ini, dan dia menyebutkan memiliki ulos seharga Rp. 50 ribu, ketika dia melihat proses pembuatan kain ulos, dia merasa harga Rp. 50 ribu tidak pantas, mestinya lebih mahal lagi. Hanya saja dia menyadari, ulos yang dia miliki prosesnya tidak lagi seperti ulos yang dibuat dalam film dokumenter itu.
Dari film dokumenter ‘Rangsa Ni Tonun’ kita seperti diberi tahu, bahwa pada masa lalu, bangsa di Nusantara telah memiliki peradaban, dan kini peradaban itu tidak lagi ada pada bangsa kita. Lirik penutup dalam film dokumenter ini, rasanya memberi keteguhan dan kebanggan, mungkin sekaligus sesal akan peradaban yang hilang.
“Hanya generasi sekarang yang mampu meyakinkan bahwa tradisi luhur masa silam tak akan lenyap ditelan zaman”
Ons Untoro
Peristiwa budayaLatest News
- 25-06-14
Gule Rakyat yang Ser
Benar-benar harga rakyat karena untuk seporsi nasi gule hanya dibanderol Rp 4.000 dan secangkir teh Rp 1.000. Jadi untuk sekali makan dan minum di... more » - 25-06-14
Sejarah Perkembangan
Judul : Sejarah Perkembangan Arsitektur Kota Islam Banten. Suatu Kajian Arsitektural Kota Lama Banten Menjelang Abad XVI sampai dengan Abad XX... more » - 25-06-14
Jose Immanuel Bingun
Malam itu ada banyak wisatawan asing dan wisatawan Nusantara yang secara khusus menyaksikan pergelaran wayang golek di Tembi. Sebagian dari wisatawan... more » - 24-06-14
Olga Lydia Senang Be
Artis bedarah oriental Olga Lydia mengaku sangat senang berkunjung ke museum. Tidak hanya museum di dalam negeri, jika ada kesempatan ke luar negeri... more » - 24-06-14
Nisan Panglima Jogod
Panglima Jogodolok menurut sumber setempat adalah keturunan Majapahit yang mengembara sampai di Cepor dan kemudian tinggal di tempat ini.... more » - 24-06-14
Aroma Of Heaven, Seb
Film ini menceritakan asal mula kopi yang berkembang di Desa Doro yang terletak di Pekalongan, Jawa Tengah, sampai mengulas tradisi mengunyah biji... more » - 23-06-14
Jembawan Menjadi Ker
Ramawijaya mengetahui hal ini dan berniat menjatuhkan hukuman kepada adiknya karena telah melakukan perbuatan yang tidak pantas. Namun sebelum orang... more » - 23-06-14
Denmas Bekel 23 Juni
more » - 23-06-14
Rainforest World Mus
Pada tahun ini, RWMF yang rutin diadakan setiap tahun sejak 1997 telah memasuki episode ke-17. Sebuah perjalanan yang panjang hingga festival ini... more » - 21-06-14
Selama Sepekan Ini O
Orang Wuku Pahang suka berbicara berlebih, cenderung menentang bila merasa benar, mudah curiga hingga amat berhati-hati dalam bekerja. Kadangkala ia... more »