Gereja Santo Fransiscus Xaverius Kidul Loji, Gereja Tertua di Yogyakarta

Author:kombi / Date:28-02-2013 / Tag: Ensiklopedi Situs / Situs-Situs

Gereja Santo Fransiscus Xaverius Kidul Loji, Gereja Tertua di Yogyakarta

Pada masa awal gereja ini lebih sering digunakan oleh orang-orang Belanda sekalipun sebenarnya terbuka untuk seluruh umat. Karena itulah gereja ini juga sering mendapat julukan Greja Londo (gerejanya orang Belanda).

Gereja St. Fransiscus Xaverius Kidul Loji, Jl. P. Senopati 22 YK dilihat dari utara-timur halaman gereja, foto: a.sartono
Sosok Gereja Kidul Loji setelah mengalami renovasi
beberapa kali sejak tahun 1871

Dari sekian banyak bangunan gereja di Yogyakarta, Gereja Santo Fransiscus Xaverius yang terletak di Jalan Panembahan Senopati 22, RT 09, RW 03, Prawirodirjan, Gondomanan, merupakan salah satu gereja tua, bahkan tertua di Yogyakarta. Secara resmi penggunaan gereja, yang juga dikenal dengan sebutan Gereja Kidul Loji, ini dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1871. Jadi, gereja ini telah berusia sekitar 141 tahun.

Disebut juga Gereja Kidul Loji karena posisinya memang berada di sisi selatan kompleks loji (bangunan/gedung milik Belanda). Bangunan yang disebut sebagai loji itu di antaranya adalah bangunan Benteng Vredeburg, yang dulu dinamakan Benteng Rustenberg. Vredeburg berarti perdamaian. Sedangkan Rustenburg berarti tempat peristirahatan. Masyarakat Yogyakarta waktu itu juga menyebut benteng tersebut Loji Gede. Sementara bangunan-bangunan kolonial di sisi timur Benteng Vredeburg sering disebut sebagai Loji Cilik atau Loji Kecil.

Sebelum Gereja Santo Fransiscus Xaverius Kidul Loji dibangun, Pater YB Palinckx, SJ lebih dulu membangun pastoran. Bangunan pastoran tersebut diresmikan tahun 1869. Dua tahun kemudian bangunan gereja diresmikan. Pada saat peresmian penggunaan gedung gereja umat yang sudah dibaptis mencapai 537 orang.

Gereja St. Fransiscus Xaverius Kidul Loji, Jl. Panembahan Senopati 22 YK dilihat dari arah depan, foto: a.sartono
Tampilan depan gereja

Nama Santo Fransiscus Xaverius digunakan untuk menamai gereja ini dengan alasan untuk mengenang pembaptisan pertama yang dilakukan di tempat ini yang terjadi pada tanggal 3 Desember 1812. Dalam sistem kalender gerejani tanggal 3 Desember dikenal sebagai hari hari raya atau pesta Santo Fransiscus Xaverius.

Pada masa awal gereja ini lebih sering digunakan oleh orang-orang Belanda sekalipun sebenarnya terbuka untuk seluruh umat. Karena itulah gereja ini juga sering mendapat julukan Greja Londo (gerejanya orang Belanda). Romo Hendrikus van Driesche, seorang pendidik agama Katolik di Yogyakarta, kemudian mengusahakan membangun gereja yang bisa menampung umat lokal (Jawa). Untuk itu ia kemudian membeli sebuah gudang yang terletak di sisi selatan Gereja St Fransiscus Xaverius.

Gudang tersebut kemudian dibangun menjadi sebuah gereja yang dinamakan Gereja Santo Yusup Setjodiningratan. Nama Setjodiningratan di belakan nama Santo Yusup digunakan untuk menegaskan bahwa gereja tersebut berada di sisi selatan Jalan Setjodiningratan. Nama jalan ini kemudian diganti menjadi Jalan Panembahan Senopati. Sebelum nama-nama itu digunakan jalan tersebut oleh Belanda dinamakan Kampemen Straat.

Ruang utama Gereja St. Fransiscus Xaverius Kidul Loji, foto: a. sartono
Ruang utama gereja

Gereja Santo Yusup Setjodiningratan ini dulu dimaksudkan sebagai bangunan sementara. Akan tetapi perkembangan umat Jawa yang memeluk agama Katolik semakin banyak. Untuk itulah kemudian dibangun gereja-gereja baru, yaitu Gereja Santo Antonius Kotabaru (1926), Gereja Santo Yusup Bintaran (1934) untuk menggantikan Gereja Santo Yusup Setjodiningratan.

Setelah umat Gereja Santo Yusup Setjodiningratan berpindah ke Gereja Santo Yusup Bintaran, maka bangunan gereja lama tersebut digunakan menjadi kantor Canisius Drukkerij (Percetakan Kanisius) yang didirikan oleh Bruder-Bruder FIC pada tahun 1922. Sejak tahun 1988 Penerbit dan Percetakan Kanisius pun pindah ke Jl Cempaka, Deresan, Sleman. Bekas Gereja Santo Yusup Setjodiningratan yang kemudian menjadi kantor Penerbit dan Percetakan Kanisius pun akhirnya menjadi gedung pertemuan atau aula.

Sampai pada kedatangan Jepang, Gereja Kidol Loji masih digunakan oleh orang-orang Belanda. Seiring dengan pendudukan Jepang, Gereja Kidul Loji yang dulunya digunakan oleh orang-orang Belanda itu menjadi sepi. Gereja ini akhirnya menjadi gereja kedua setelah Gereja Santo Yusup Bintaran dan masuk dalam wilayah Paroki Bintaran. Akan tetapi pada tahun 1968 Gereja Santo Fransiscus Xaverius kembali menjadi paroki.

Altar Gereja St. Fransiscus Xaverius Kidul Loji, foto: a.sartono
Altar gereja

Jika dihitung sejak tahun 1968, maka Paroki Santo Fransiscus Xaverius Kidul Loji telah mengalami masa penggantian kepemimpinan sebanyak sepuluh kali. Hal demikian didasarkan pada masa bakti/pelayanan dan juga didasarkan pada situasi dan kondisi gereja. Untuk kepengurusan atau kepemimpinan Gereja Santo Fransiscus Xaverius periode 2005 hingga sekarang berada di bawah Romo Bernardinus Saryanto, Pr yang akrab disapa dengan nama Romo Saryanto. Sebelumnya Romo Saryanto pernah bertugas di Paroki Ganjuran, Bantul dan juga Paroki Promasan, Kulon Progo.

Gereja Santo Fransiscus Xaverius Kidul Loji membawahi 22 lingkungan. Jumlah kepala keluarga yang terhimpun dalam lingkungan-lingkungan tersebut ada sebanyak 900 orang. Sedangkan jumlah orang yang ada wilayah Paroki Santo Fransiscus Xaverius Kidul Loji ini sebanyak 2.576 orang.

A. Sartono

Ensiklopedi Situs Source Link: Jakarta

Latest News

  • 07-02-15

    Kraspoekol, Sandiwar

    Willem van Hogendorp pernah tinggal di Hindia Belanda selama 13 tahun. Dalam masa sepanjang itulah di melihat arogansi dan kekejaman bangsa Eropa (... more »
  • 07-02-15

    Bertabur Cinta di Bu

    Sastra Bulan Purnama edisi ke-41 dihadiri banyak anak-anak muda, mungkin karena yang ditampilkan penyair muda, dan tema yang dihadirkan sesuatu yang... more »
  • 07-02-15

    Berbagai Kerajaan di

    Catatan bangsa Tionghoa tersebut juga menceritakan tentang situasi kerajaan yang ada di Nusantara. Misalnya tentang sistem pemerintahan, hasil-hasil... more »
  • 07-02-15

    Wanita Minggu Pon Ga

    Minggu Pon, 8 Februari 2015, kalender Jawa tanggal 18 bulan Bakdamulud, tahun 1948 Ehe, tergolong hari baik untuk berbagai macam keperluan. Hari... more »
  • 06-02-15

    Bakmi Jawa ‘Isih Mur

    Suasana di warung ini memang terasa akrab, baik antara pemilik dan pengunjung, maupun antarpengunjung. Mungkin karena warung ini berada di dalam... more »
  • 06-02-15

    Kursus MC Jawa ke-32

    Diadakannya kursus MC Basa Jawa ini adalah untuk mengaktualisasikan budaya warisan leluhur yang berhubungan dengan sopan santun dan tatakrama melalui... more »
  • 06-02-15

    Sarasehan Kebudayaan

    Sarasehan dihadiri para praktisi budaya di Bantul dari pelaku seni tradisi sampai seni modern, misalnya ada pengrawit, penari, pemain teater dan... more »
  • 06-02-15

    Tari Langendriyan Se

    Salah satu keunikan Langendriyan adalah karena pelaku atau penarinya harus bisa menari dalam posisi jongkok. Selain itu semua penari juga harus bisa... more »
  • 05-02-15

    Wayang Jurnalis Gela

    Lakon ini mengemas bela negara ala Petruk sebagai simbol wong cilik di sebuah negara. Nasionalisme tokoh jenaka Panakawan ini ditunjukkan dengan... more »
  • 05-02-15

    Becik Sethithik Cuku

    Pepatah ini mengajarkan nilai bahwa perihal cukup, puas, menerima, dan bersyukur atas segala sesuatu yang dimiliki jauh lebih utama dibandingkan... more »