Batara Wisnu Diusir dari Kahyangan

27 Feb 2014 Figur Wayang

Dalam menjalankan tugas, Wisnu terpikat putri cantik jelita, yang bernama Sri Sumekar di negara Mendang. Putri tersebut kemudian diambil sebagai istri. Batara Wisnu tidak tahu bahwa Putri Mendang yang ia nikahi adalah putri simpanan Batara Guru ayahnya, yang rencananya akan dibawa naik ke Suralaya.

Batara Wisnu Diusir dari Kahyangan
Batara Wisnu dalam rupa wayang kulit,
buatan Kaligesing Purworeja.
Koleksi museum Tembi Rumah Budaya. Foto : Sartono

Wisnu adalah seorang dewa bermuka tampan serta berkulit hitam manis, bertempat tinggal di kahyangan Untarasegara atau Kahyangan Ari Bawana. Ia adalah anak Batara Guru yang berpasangan dengan Batari Uma. Setelah dewasa Batara Wisnu diberi tugas untuk menjaga perdamaian dunia.

Dalam menjalankan tugas, Wisnu terpikat putri cantik jelita, yang bernama Sri Sumekar di negara Mendang. Putri tersebut kemudian diambil sebagai istri. Batara Wisnu tidak tahu bahwa Putri Mendang yang ia nikahi adalah putri simpanan Batara Guru ayahnya, yang rencananya akan dibawa naik ke Suralaya. Tentu saja hal tersebut membuat Batara Guru murka, dan memerintahkan sanghyang Narada untuk mengusir Wisnu dari Kahyangan Untarasegara. Dengan berat hati, Batara Wisnu meninggalkan kediamannya. Kepada istrinya yang sedang mengandung, Wisnu berpesan: kelak jika anak ini lahir berikan nama Bambang Srigati. Sepeninggalnya dari kahyangan Untarasegara, Wisnu bertapa di hutan, di bawah pohon beringin yang berjajar tujuh.

Beberapa waktu setelah kepergian Wisnu, Kahyangan Suralaya kedatangan musuh sakti bernama Prabu Watugunung dari negara Gilingwesi, yang ingin mengambil istri bidadari. Tidak ada dewa yang dapat menaklukkan Prabu Watugunung. Atas saran Narada, sebaiknya Batara Guru memaafkan Wisnu. Sebagai tebusannya Wisnu diperintahkan untuk mengusir Prabu Watugunung.

Batara Guru menerima saran tersebut, maka diutuslah Sanghyang Narada turun ke bumi menemui Batara Wisnu yang sedang bertapa di bawah pohon beringin tujuh. Kesepakatan didapat bahwa Batara Wisnu sanggup menghadapi Raja Gilingwesi, tetapi ia mohon diizinkan kembali ke Kahyangan Untarasegara untuk menemui istrinya yang sedang mengandung waktu dirinya diusir.

Sesampainya di Kahyangan Untrasegara Batara Wisnu sangat gembira mendapatkan anak yang sudah jejaka dan istrinya dalam keadaan baik dan sehat. Setelah sejenak mereka saling melepas rindu, batara Wisnu memberitahukan bahwa dirinya tidak bisa berlama-lama karena harus segera ke Suralaya, ada perintah mendesak dari Batara Guru untuk menghadapi Raja Gilingwesi. Jika berhasil mengalahkan Prabu Watugunung, kesalahan Wisnu masa lalu diampuni. Bambang Srigati menyatakan diri ingin ikut ayahnya membantu ayahnya ke Suralaya, namun Batara Wisnu tidak memperbolehkan.

Setelah sampai di Suralaya dan menghadap Batara Guru, tiba-tiba Raden Srigati telah duduk di belakang ayahandanya. Batara Guru bertanya kepada Sanghyang Narada, siapakah anak muda tampan yang duduk di belakang Wisnu. Sanghyang Narada memberitahukan bahwa ia anak Wisnu yang lahir dari rahim putri di Mendang. Mendengar jawaban Sanghyang Narada, Batara Guru sangat murka, dan memerintahkan kepada Sanghyang Narada untuk membunuh Srigati, sebagai tumbal negara, dan memerintahkan batara Wisnu segera menghadang musuh.

Namun sebelum perintah Batara Guru itu terlaksana, diluar terdengar suara gemuruh bersamaan datangnya musuh. Batara Guru cemas, minta pertimbangan kepada Sanghyang Narada, bagaimana sebaiknya. Sanghyang Narada menyarankan agar Batara Guru membatalkan niatnya untuk membunuh Raden Srigati. Karena hal tersebut akan membuat Batara Wisnu tidak mau berperang menghadang musuh. Akan lebih baik jika Bambang Srigati disuruh membantu ayahnya melawan Prabu Watugunung beserta bala tentaranya. Dalam kekalutan itu Batara Guru mempercayakan segalanya kepada patihnya, Sanghyang Narada.

Maka kemudian Batara Wisnu bersama dengan anaknya keluar dari tempat para dewa untuk menghadapi raja Gilingwesi. Setelah berhadap-hadapan dengan prabu Watugunung, sang raja menawarkan perang dengan cara cangkriman (teka-teki). Jika Batara Wisnu dapat menebak cangkrimannya, Prabu Watugunung dengan sukarela menyediakan diri untuk dibunuh. Tetapi jika Batara Wisnu tidak dapat menebak cangkriman, para dewa di Suralaya segera menyerah, dan menyerahkan para bidadari untuk diambil istri.

Batara Wisnu menuruti apa yang di kehendaki Prabu Watugunung. Maka sang raja membeberkan cangkrimannya. Ada sebuah pohon kecil tetapi buahnya besar dan ada pohon besar tetapi buahnya kecil, pohon apakah itu? Cangkriman tersebut ditebak oleh Batara Wisnu. Bahwa pohon yang kecil besar buahnya adalah pohon semangka. Sedangkan pohon yang besar kecil buahnya adalah pohon beringin. Sang raja tidak mampu berkata-kata, seperti janjinya ia menyerahkan dirinya. Batara Wisnu melepaskan senjata Cakra, dan Prabu Watugunung tewas di medan perang. Balatentara yang berjumlah besar melarikan diri meninggalkan Suralaya.

Dalam cerita pedalangan Wisnu memiliki tiga orang istri. Yaitu Dewi Sri Sumekar, Dewi Pujayanti dan Dewi Pertiwi. Dari tiga istri itu hanya dua yang mendapatkan keturunan yakni: Dewi Sri Sumekar mempunyai putra, Srigati, Srinada dan Dewi Srinandi. Sedangkan Dewi Pujayanti berputra: Heruyana, Isawa, Bisawa, Isnapurna, Madura, Madudewa, Madusasana, Dewi Sri Hunon, Dewi Sri Huni, Pujarta, Panonbuja, Surwedi.

Wisnu memiliki senjata sakti berupa senjata Cakra, yaitu panah yang membentuk lingkaran bermata tajam delapan. Wisnu mempunyai kendaraan berupa burung garuda, Winantya namanya. Serta memiliki kembang cangkok wijaya kusuma yang dapat digunakan untuk menghidupkan orang mati sebelum saatnya. Nama lain dari wisnu adalah: Suman, Sang Hyang Nara, Ari, Kesawa, Kalasekti.

Herjaka HS

Artikel Terbaru

  • 06-04-16

    Mbah Hardho, Penyair

    Suatu siang, Hardho Sayoko, yang biasa dipanggil mbah Hardho, sampai di Angkringan Tembi Rumah Budaya. Dia hanya mampir setelah bepergian dari suatu... more »
  • 06-04-16

    Hukum yang Berlaku d

    Judul      : Nog Eenige Verordeningen en Overeenkomsten van Balische Vorsten Penulis      : F.A. Liefrinck Penerbit... more »
  • 05-04-16

    Achmad Charis Zubair

    Achmad Charis Zubair, pengajar di Fakultas Filsafat UGM yang dikenal sebagai pemerhati kebudayaan serta menjabat sebagai Ketua Dewan Kebudayaan Kota... more »
  • 05-04-16

    Foto-foto Kunjungan

    Berhubung ada begitu banyak siswa kelas X – sebanyak 210 orang – SMA Pangudi Luhur (PL) Yogyakarta, yang berkunjung ke Tembi Rumah Budaya, http://... more »
  • 04-04-16

    Referensi Seni Pertu

    Judul             : Javaanse Volksvertoningen. Brijdrage tot de Beschrijving van Land en Volk... more »
  • 04-04-16

    Kunjungan SMA Pangud

    SMA Pangudi Luhur Yogyakarta menjadi salah satu sekolah yang sering melakukan kunjung museum ke Tembi Rumah Budaya. Untuk tahun 2016 ini sebanyak 210... more »
  • 04-04-16

    Ekspresi Dari Kota L

    Selama satu bulan, terhitung dari 30 Maret – 30 April 2016, perupa dari Sidoarjo, S Wandhie, memajang karya-karyanya di ruang Pamer Tembi Rumah... more »
  • 02-04-16

    Sastra dan Lagu Puis

    Sastra dan seni rupa memang seringkali bertemu di Tembi. Kali ini, lagi-lagi di Tembi Rumah Budaya, pembukaan pameran S Wandhie yang diberi tajuk ‘... more »
  • 02-04-16

    Selasa Kliwon Pekan

    Pranatamangsa masuk mangsa Kasepuluh (10), umurnya 24 hari, mulai 26 Maret s/d 18 April. Musim padi tua, burung-burung sedang membuat sarang. Ternak-... more »
  • 02-04-16

    Kisah Kematian Sumit

    Pada ulang tahun ke-5 paguyuban dalang-dalang muda Sukrokasih Yogyakarta mengadakan pentas pakeliran apresiasi. Kali ini yang ditampilkan adalah... more »