Kendhi, Tempat Air Pelepas Dahaga (2) (Alat Dapur-11)

Author:kombi / Date:11-04-2013 / Tag: Ensiklopedi Aneka Rupa / Aneka Rupa

Kendhi, Tempat Air Pelepas Dahaga (2)
(Alat Dapur-11)

Setiap rumah pada zaman dulu, khususnya yang berada di pinggir jalan, umumnya menyediakan kendhi yang diletakkan di pagar halaman depan rumah. Fungsi kendhi tersebut untuk menyediakan air minum bagi para musafir atau orang yang lewat.

Kendhi, alat dapur tradisional. sumber foto: suwandi Tembi
Aneka kendhi koleksi Museum Tembi Rumah Budaya Yogyakarta

Bentuk kendhi memang unik. Bagian tubuh lebih besar dibandingkan dengan bagian leher. Bagian tubuh bawah (alas) agak kecil dibandingkan bagian tengah. Selain itu, alasnya berujud datar, agar mudah diletakkan di meja atau lantai. Sementara bagian leher agak panjang, cukup untuk pegangan tangan.

Biasanya bagian atas leher kendhi ada tutupnya, yang juga terbuat dari gerabah. Fungsinya agar kotoran tidak mudah ke dalam kendhi. Bagian mulut untuk mengalir air keluar berbentuk silinder kecil agak panjang. Agar tidak kemasukan debu, biasanya juga diberi tutup, terbuat dari daun pisang yang digulung.

Bentuk kendhi ini hampir mirip dengan poci, hanya tanpa pegangan di samping (lihat gambar). Ukuran kendhi yang standar berdiameter 21 cm dan tinggi 30 cm.

Ada kebiasaan unik di masyarakat Jawa dulu dalam penggunaan kendhi. Setiap rumah pada zaman dulu, khususnya yang berada di pinggir jalan, umumnya menyediakan kendhi yang diletakkan di pagar halaman depan rumah.

Fungsi kendhi tersebut untuk menyediakan air minum bagi para musafir atau orang yang lewat. Zaman dulu praktis tidak ada warung yang berjualan minuman. Jadi keberadaan kendhi di depan rumah itu sebagai bentuk solidaritas atau wujud dari beramal jariyah.

Walaupun hanya berupa air kendhi, tetapi rasa “peduli” terhadap sesama itulah yang penting. Sayang sekali, zaman sekarang hal itu sudah tidak ada lagi, ketika semuanya sudah dihargai dengan uang. Semuanya harus beli. Budaya “sepi ing pamrih” sudah luntur.

Zaman dulu, ketika belum banyak muncul dispenser, kulkas, dan es batu, air kendhi banyak diminati, karena rasanya lebih dingin jika dibandingkan dengan air yang disimpan di teko dan sejenisnya. Apalagi sebelumnya air kendhi semalaman “diembun-embunkan” di luar rumah, akan terasa menyegarkan badan.

Kendhi, alat dapur tradisional, sumber foto: suwandi Tembi
Kendhi untuk upacara peluncuran bus agar selamat

Selain berfungsi sebagai tempat air minum, umumnya kendhi juga dipakai untuk simbol pelengkap rangkaian upacara, seperti pernikahan dan kematian. Pada upacara pernikahan, kendhi hadir dalam rangkaian sesajen upacara pasang tarub. Demikian pula pada upacara kematian, kendhi dihadirkan sebagai salah satu alat yang ikut diarak hingga pemakaman.

Air kendhi dituang ke pusara orang yang baru saja meninggal, yang dimaksudkan untuk menyejukkan arwahnya. Bahkan hingga sekarang, masih banyak masyarakat Jawa yang melakukannya saat ada upacara kematian.

Perkembangan selanjutnya, saat ini kendhi juga sering hadir saat ada peresmian atau peristiwa penting. Misalkan, saat launching atau peluncuran bus baru untuk kegiatan sosial. Agar penggunaan bus tersebut selamat, bus tersebut disiram dengan air kendhi.

Kendhi juga kadang hadir sebagai salah satu peralatan yang digunakan dalam kesenian tradisional, misalnya kethoprak. Ketika ada adegan di dapur atau ruang tamu, kendhi juga ada di tempat itu.

Sayangnya, alat satu ini, seperti alat lain yang terbuat dari gerabah, sekali pecah sudah tidak bisa digunakan lagi, kecuali dibuang. Untuk itu, penggunaan kendhi memang harus ekstra hati-hati, baik dalam penggunaan, perawatan, maupun penyimpanan.

Sebelum digunakan, sebaiknya kendhi dicuci dengan air hangat, supaya tidak berbau tanah. Setelah digunakan, kendhi juga harus dibersihkan secara berkala. Cara membersihkan dengan dicuci menggunakan air panas agar kerak-kerak di dalam kendhi terkelupas dan ikut keluar.

Apabila Anda tertarik menggunakan kendhi, bisa membeli di pasar atau warung tradisional, juga di tempat-tempat wisata. Yang jelas, menggunakan kendhi akan terlihat lebih alami dan natural.

Suwandi

Sumber: Buku “Dapur dan Alat-Alat Memasak Tradisional DIY”, Sumintarsih, dkk, Departemen P&K, 1990/1991; Kamus “Baoesastra Djawa”, WJS. Poerwadarminta, 1939, JB. Wolters’ Uitgevers-Maatschappij NV Groningen Batavia; wawancara, dan pengalaman pribadi

Ensiklopedi Aneka Rupa Source Link: Jakarta

Latest News

  • 25-07-14

    Pesan Visual dari Ta

    Ada 7 judul karya dengan tema besar Papua Sehat yang diputar di Goethe Haus oleh Forum Lenteng. Film-film tersebut mendokumentasikan masalah... more »
  • 25-07-14

    Main Kartu Sambil Be

    Permainan kartu modifikasi ini dinamai Tatepat, singkatan dari Karuta Tembang Macapat. Karuta adalah permainan kartu di Jepang yang mengilhami... more »
  • 25-07-14

    Mengajak Anak Muda M

    Acara tersebut bukan hanya diisi dengan tembang macapat dan lantunan geguritan, namun juga pelatihan bagi generasi muda untuk bisa membuat tembang... more »
  • 25-07-14

    Buka Bersama Seniman

    Faruk HT, selaku Kepala PKKH UGM mengajak para seniman dan budayawan kembali ke UGM. Karena pada masa tahun 1970-an sampai 1980-an, ketika Purna... more »
  • 24-07-14

    Judul Buku 93

             ... more »
  • 24-07-14

    Yogyakarta Layak seb

    Salah satu ciri khas keistimewaan budaya Yogyakarta adalah Kota Yogyakarta sendiri, karya jenial Pangeran Mangkubumi. Yogyakarta merupakan ‘... more »
  • 24-07-14

    Peluncuran buku Anto

    Perpaduan bunyi antara kendang, rebab, gitar dan pehtilan alat-alat rumah tangga mengiringi geguiratn berjudul ‘Aja Dolanan Negara (Jangan Memainkan... more »
  • 24-07-14

    Kuliner Jawa dalam S

    Ada cukup banyak nama makanan atau kuliner dalam Serat Centhini yang saat ini tidak dapat ditemukan lagi atau berkurang. Penggalian informasi akan... more »
  • 23-07-14

    Lezatnya Sate Buntel

    Daging kambingnya memang dicincang atau digiling terlebih dahulu. Setelah itu dibuntel (dibungkus) dengan lemak perut kambing. Saat dibakar lemaknya... more »
  • 23-07-14

    Ancaman Serius pada

    Pada dekade 1970-1980-an kualitas air di saluran irigasi ini masih kelihatan bagus. Air pada saluran irigasi/pengatusan itu masih kelihatan jernih.... more »