Sanggar Sastra Jawa Yogyakarta dalam Usia ke-24 Tahun
26 Feb 2015 SSJY yang berada di bawah pembinaan Balai Bahasa Yogyakarta sejak berdiri pada Februari 1991 hingga kini telah melahirkan sekian banyak sastrawan Jawa yang mumpuni. Sekadar menyebut nama misalnya Triman Laksana, Krisna Mihardja, AY. Suharyono, Djaimin K, MG. Widhi Pratiwi, dan Ardini Pangastuti.
Drs. Tirto Suwondo, M.Hum, pimpinan Balai Bahasa
Yogyakarta menyerahkan tumpeng kepada Ketua
Sanggar Sastra Jawa, Yohanes Adi Setiyoko,
ketua SSJY
Kiprah sastra daerah (Jawa) mungkin tidak segegap gempita sastra nasional (Indonesia). Akan tetapi sastra daerah seperti sastra Jawa (modern) terus hidup. Komunitas sastrawan Jawa di Yogyakarta yang terwadahi dalam Sanggar Sastra Jawa Yogyakarta hingga saat ini telah berusia 24 tahun.
SSJY yang berada di bawah pembinaan Balai Bahasa Yogyakarta sejak berdiri pada Februari 1991 hingga kini telah melahirkan sekian banyak sastrawan Jawa yang mumpuni. Sekadar menyebut nama misalnya Triman Laksana, Krisna Mihardja, AY. Suharyono, Djaimin K, MG. Widhi Pratiwi, Ardini Pangastuti, Yan Tohari, Suci Suwito, Is Sarjoko (Nini Klenyem), adalah sastrawan Jawa yang tergabung dalam SSJY dan telah malang melintang di dunianya serta memberikan napas kehidupan bagi sastra Jawa. Belum lagi terhitung sastrawan Jawa lain yang lahir dan berkiprah sesudah mereka.
Peserta Refleksi Sanggar Sastra Jawa ke-24 di Balai Bahasa Yogyakarta
Untuk memperingati usia SSJY yang ke-24, Balai Bahasa Yogyakarta melaksanakan refleksi SSJY dengan mengambil tempat di Ruang Sutan Takdir Alisjahbana, BBY. Jl, I Dewa Nyoman Oka, Kotabaru Yogyakarta pada hari Minggu, 22 Februari 2015. HUT SSJY ke-24 ini diisi serangkaian acara di antaranya pembukaan, pembacaan geguritan, sambutan ketua SSJY, pembacaan geguritan oleh Pimpinan Balai Bahasa Yogyakarta, refleksi SSJY, pemotongan tumpeng, monolog cerita wayang Narasoma Rabi, pembacaan geguritan, dan drama monoplay dengan lakon Monumen Perempuan Indonesia.
AY. Suharyono yang merupakan salah satu pengurus senior SSJY dalam refleksinya antara lain menyatakan bahwa menekuni sastra Jawa baginya adalah karena semata-mata mencintai sastra ini. Ia menyadari betul bahwa sastra Jawa tidak bisa diharapkan untuk mampu menghidupi secara material. Namun ia tetap mencintainya dengan terus berkiprah-karya.
Para pemeran drama monoplay “Monumen Perempuan Indonesia”
dalam memeriahkan Refleksi SSJY ke-24
Hal senada juga diungkap oleh Triman Laksana yang di tahun 2015 ini memperoleh penghargaan prestisius untuk sastra daerah (Jawa, Sunda, dan Bali) yakni Rancage atas antologi puisinya yang berjudul Sepincuk Rembulan. Triman yang mengaku pernah menjadi chef di sebuah hotel terkenal di Yogyakarta dan bahkan menjadi pimpinan sebuah perusahaan malah melepas profesi itu dan memilih untuk menekuni sastra Jawa sambil membuka warung makan di kampungnya di Magelang. Ternyata di sana ia justru menemukan dunianya, kebebasan. Di sana pula Triman yang berputra sebanyak 6 orang ini juga memperoleh rezeki cukup.
Yohanes Adi Setiyoko selaku Ketua SSJY menyatakan bahwa usia SSJY yang ke-24 ini ibarat pemuda atau pemudi yang sedang senang bersolek. Sudah kelihatan cantik atau ganteng. Terampil, trengginas, dan bersemangat. Pada usia tersebut SSJY boleh merasa bangga karena daripadanya sastra Jawa bisa dinikmati, dirasakan, dan diapresiasi dengan baik bahkan sampai mancanegara. Wajib diingat bahwa sastra Jawa adalah bagian dari sastra dunia.
Orang yang tidak atau belum berkecimpung di dunia sastra Jawa ibarat anak kecil yang berada di pinggir kolam renang. Mau masuk takut tenggelam. Akan tetapi kalau sudah masuk (di tempat yang dangkal) anak tersebut akan merasa senang dan kerasan. Pada gilirannya nanti ia akan berani masuk ke tempat yang dalam, dalam, dan dalam. Bahkan menjadi menyukai dan enggan keluar dari kolam. Demikianlah hakikatnya bagi orang yang belum mengenal sastra Jawa.
Ulang tahun dan refleksi SSJY yang dihadiri sekitar 100-an sastrawan Jawa ini dipungkasi dengan pementasan drama monoplay Monumen Perempuan Indonesia (versi bahasa Jawa) setelah sebelumnya dilakukan pemotongan tumpeng.
Seluruh pemeran dalam monoplay karya Anthon YS Taufan Putera ini adalah perempuan. Alasannya adalah karena monoplay ini memang mencoba mengupas masalah yang sering bergayut erat dengan keperempuanan, seperti KDRT, masalah penzaliman TKW di luar negeri, trafficking, percintaan, perselingkuhan, moralitas, ekonomi, dan sebagainya. Seluruh pemeran drama ini adalah anak-anak muda yang sebagian besar justru bukan orang Jawa, bahkan 99 persen justru mahasiswi jurusan Sastra Inggris.
Naskah dan foto: a. sartono
Berita BUDAYABaca Juga
- 15-06-15
Para Juara Festival Upacara Adat se Kabupaten Bantul 2015
Hari terakhir Festival Upacara Adat antarkecamatan se-Kabupaten Bantul dilaksanakan hari Rabu, 10 Juni 2015 dengan lokasi di Lapangan Pleret, Pleret... more » - 12-06-15
Kemeriahan Festival Upacara Adat di Kabupaten Bantul
Secara marathon, Pemerintah Kabupaten Bantul melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, menyelenggarakan Festival Upacara Adat mulai tanggal 8-10... more » - 09-06-15
#SaveMusicIndonesia Gerakan Peduli Musik Indonesia
Gerakan ini sebagai salah satu apresiasi terhadap musik, musisi, dan industri musik Indonesia. Pembajakan, minimnya musik anak, perizinan pemutaran... more » - 06-06-15
Sebuah Upaya Menghadirkan Kembali Perjuangan Para Pemuda
Rekaman jejak perlawanan pemuda pelajar Indonesia melawan penjajah, dapat dilihat dalam pameran temporer yang digelar oleh Museum Perjuangan... more » - 04-06-15
LPSK Ajak Penyair Bikin Puisi Khusus
Penjelasan yang dibingkai dalam sosialisasi LPSK ini dimaksudkan untuk memberi masukan kepada para penyair untuk menulis puisi dengan tema saksi dan... more » - 01-06-15
Dusun Tulung, Pundong, Bantul, Sentra Produksi Tapioka Yogyakarta
Mayoritas warga Dusun Tulung memilih bekerja untuk mengolah singkong dan turunannya. Entah itu dijual dalam bentuk tepung, kerupuk atau bentuk lain.... more » - 26-05-15
Mangir, Antara Kebenaran Sejarah dan Kepentingan Wisata Budaya
Emha Ainun Najib atau Cak Nun sebagai budayawan yang keturunan Ki Ageng Mangir menyampaikan bahwa sejarah itu kebenarannya tidak mutlak. Cak Nun... more » - 25-05-15
Pameran Foto Mahameru, Menggugah Betapa Penting Keberadaan Gunung
Untuk mengenang peristiwa “maha pralaya” atau bencana dahsyat yang terjadi kurang lebih 1.000 tahun yang lalu secara khusus Bentara Budaya Yogyakarta... more » - 23-05-15
Diskusi Oidipus Sebelum Pementasan
Buku ini diterbitkan bukan sebagai katalog, tetapi lebih sebagai bahan masukan untuk sutradara dalam menafsirkan Oidipus karya Sophocles. Sejumlah... more » - 19-05-15
Gelar Kemah Budaya 2015 di Candi Prambanan
Kemah Budaya untuk pertama kali diselenggarakan tahun 2007 di Museum Benteng Vredeburg. Tempat ini dipilih sebagai arena penyelenggaraan Kemah Budaya... more »
Artikel Terbaru
- 15-06-15
Wahyu Tri Manggala M
Sesaat sebelum pagelaran pakeliran wayang purwa di Tembi Rumah Budaya pada 29 Mei 2015, Ki Parjaya S Sn seorang ‘widyaiswara’ pendidik, pengajar,... more » - 15-06-15
Pementasan Dalang An
Setiap tahun Sanggar Wirabudaya Bantul selalu menyelenggarakan festival dalang anak dan remaja. Namun untuk kali ini nama festival yang bagi banyak... more » - 15-06-15
Para Juara Festival
Hari terakhir Festival Upacara Adat antarkecamatan se-Kabupaten Bantul dilaksanakan hari Rabu, 10 Juni 2015 dengan lokasi di Lapangan Pleret, Pleret... more » - 12-06-15
Pendok Blewah dalam
Pendok blewah atau sering pula disebut dengan pendok blewehan merupakan salah satu jenis dari bentuk pendok. Dinamakan pendok blewah karena pendok... more » - 12-06-15
Kegigihan Kolonel Su
Judul : Rakyat Jawa Timur Mempertahankan Kemerdekaan... more » - 12-06-15
Kesuksesan Orang Sel
Pada nomor 93 di dalam Kitab Primbon Betaljemur Adammakna dituliskan mengenai “Jayane Manungsa’’ yang artinya kesuksesan seseorang. Menurut kitab... more » - 12-06-15
Kemeriahan Festival
Secara marathon, Pemerintah Kabupaten Bantul melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, menyelenggarakan Festival Upacara Adat mulai tanggal 8-10... more » - 12-06-15
Empat Penyair Tampil
Malam Sastra Giri Lawu ke-2, yang akan diselenggarakan Sabtu, 13 Juni 2015, pukul 19.30 di InDie_coloGy Cafe, Jalan Candrakirana 14, Sagan,... more » - 12-06-15
Pasinaon Basa Jawa K
Ngecakake Tembung ”Arep” ing Undhak-Usuking Basa Jawa Undha-Usuk Basa Jawi ing Wekdal Samenika Ing ngadhap menika tuladha trap-... more » - 12-06-15
Santap Ta’jil Lezat
Selama bulan Ramadan, Warung Dhahar Pulo Segaran Tembi Rumah Budaya menawarkan sajian baru di antaranya Paket Ta’jil Lele Ngambang. Paket ini sudah... more »