Ruang Selfie dari Artjog Di Taman Budaya

23 Jun 2015

Artjog dalam perkembangannya memang telah menjadi fenomena kebudayaan, yang memberi ruang kepada siapa saja untuk ikut merespon’ karya-karya yang dipamerkan, dan salah satu bentuk dari respon itu apa yang sekarang dikenal sebagai selfie.

Artjog ke-8, yang sejak dibuka Sabtu 6 Juni 2015 di Taman Budaya, Jalan Sriwedari 1, Yogyakarta dan akan berakhir 28 Juni 2015, tidak hanya menyajikan beragam seni rupa, tetapi sekaligus memberi ruang selfie bagi para pengunjung, terlebih bagi anak-anak muda.

Dalam setiap penyajiannya, yang dilakukan satu tahun sekali, Artjog selalu mengubah gedung Taman Budaya Yogyakarta (TBY) menjadi ruang pamer yang menarik, sehingga desain dari ruang pameran merupakan bentuk dari karya seni rupa, yang juga ‘dipamerkan’. Perubahan Taman Budaya Yogyakarta dimulai dari halaman depan, dan pintu masuknya diubah tidak dari depan.

Pada Artjog ke-8 ini, di halaman depan TBY didirikan satu bola besar, yang menutup seluruh pintu masuk TBY. Bola besar itu ditumbuhi tanaman, dan ada air yang mengalir dari dalam tanah. Melihat karya ini, kita bisa membayangkan tanah yang subur sekaligus memberikan air yang melimpah pada kehidupan.

Pameran seni rupa Artjog KE-8 ini, seperti pameran sebelumnya, tidak hanya menyajikan seni lukis, tapi ada beragam karya rupa, termasuk seni instalasi. Artjog menyajikan tren karya seni rupa tahun 2015, yang menggunakan media berbeda-beda. Para perupa yang ikut pameran bukan hanya dari Indonesia, lebih-lebih perupa Yogya, tapi ada perupa dari negara lain, misalnya Amerika, Australia, Singapura, Malaysia, Jepang.

Tajuk dari pemaran ini ‘Infinity in Flux’, yang menurut kurator Artjog, Bambang ‘Toko’ Witjaksono, tema ini terinspirasi oleh respon pengunjung pada Artjog sebelumnya, saat banyak yang ber-selfie di depan karya seni. Hal ini, demikian kata Bambang Witjaksono, di satu sisi kelihatan seperti mengganggu, namun di sisi lain menunjukkan keinginan penonton untuk lebih dekat dengan karya.

Artjog dalam perkembangannya memang telah menjadi fenomena kebudayaan, yang memberi ruang kepada siapa saja untuk ikut merespon’ karya-karya yang dipamerkan, dan salah satu bentuk dari respon itu apa yang sekarang dikenal sebagai selfie.

Kaum remaja saling menampilkan diri di depan karya seni rupa, bukan yang utama untuk menikmati karya seni itu sendiri, melainkan menghadirkan karya seni dalam gaya hidup remaja, yang seolah tidak jauh dari karya seni modern, dan untuk menunjukkan kepada khalayak bahwa dirinya berada di tengah peradaban modern. Kaum remaja mengirim foto dirinya di depan karya seni melalui media jejaring sosial.

Dalam konteks ini, karya seni bukan hanya dimaknai sebagai proses kreatif dari para seniman, tapi oleh para remaja dimengerti sebagai ‘suatu tempat’ yang indah, mungkin sekaligus eksotik, laiknya tempat wisata sehingga layak untuk ber-selfie ria.

Maka, sebenarnya tidak terlalu penting siapa perupa yang berpameran. Apakah perupa tersebut terkenal di tingkat dunia, atau karyanya memiliki harga mahal. Nama-nama perupa tidak menjadi rujukan dalam selfie, dan mungkin mengingat nama perupanya pun tidak terlalu penting bagi mereka.

Namun, ada hal menarik yang bisa diambil dari sana bahwa kaum remaja mulai mengenali karya seni rupa. Artjog bagi remaja, seolah ‘dunia lain’ yang memberi mimpi dan menghadirkan imajinasi, yang setiap tahun selalu berganti. Maka, meski memasuki ruang pameran Artjog harus membeli tiket, para remaja itu pun tidak keberatan, dan setidaknya mereka tahu, bahwa ada karya seni rupa di Artjog.

Itulah soalnya: ada karya seni rupa di Artjog, dan tidak di tempat lain.

Ons Untoro

Remaja foto selfie didekat lukisan berjudul Shangri-La’ karya I Nyoman Masriadi di Taman Budaya Yogyakarta, foto: Ons Untoro Para Remaja foto selfie diantara seni rupa berjudul ‘Fermantation of Nose’ karya Heri Dono di Taman Budaya Yogyakarta, foto: Ons Untoro Berita BUDAYA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 02-07-15

    Pasar Seni Yogyakart

    Kangjeng Pangeran Aria Adipati Danureja, sang Patih Raja Yogyakarta, yang mempunyai gagasan mendirikan pusat kerajinan itu. Berita tersebut bisa... more »
  • 02-07-15

    Prajurit Ketanggung

    Struktur Prajurit Ketanggung terdiri atas dua oran Panji (Panji Parentah dan Panji Andhahan), dua orang Sersan, seorang pembawa panji-panji dan... more »
  • 02-07-15

    Kursus MC Jawa Tembi

    Sejak tahun 2000 Tembi Rumah Budaya membuka kursus pranatacara (MC) pamedhar sabda (pidato) bahasa Jawa, khususnya untuk upacara perkawinan. Kursus... more »
  • 29-06-15

    Go Green di Tembi Ru

    Pameran karya C Roadyn Choerodin yang berlangsung dari 12 Juni sampai 12 Juli 2015 ini menghadirkan tajuk ‘The Circle’. Karya yang berjudul ‘Go Green... more »
  • 29-06-15

    Lukisan karya murid-

    Dinamakan Gunung Pasar karena menurut sumber setempat di atas puncak gunung ini selalu bergema suara ramai orang seperti di tengah pasar. Suara itu... more »
  • 29-06-15

    Kaligrafi dan Lukisa

    Ketika masuk ke dalam Benteng Museum Heritage, suasana budaya China sangat kental terasa. Pengunjung pun langsung disuguhi karya-karya Edy Widiyanta... more »
  • 29-06-15

    Kajian Menarik tenta

    Serat Angger tersebut memuat tentang hukum material yang terkait hak dan kewajiban subyek hukum. Serat Angger Pradata Awal dan Pradata Akir juga... more »
  • 29-06-15

    Cetakan Roti Tradisi

    Kondisi cetakan roti tradisional koleksi  Museum Tembi masih bagus. Jumlahnya ada 6 buah. Koleksi ini sejak tahun 1999, berasal dari Bapak P... more »
  • 29-06-15

    Upacara Baritan, Ung

    Melalui ternak-ternak mereka, Tuhan telah melimpahkan rezeki bagi warga Desa Pendoworejo. Oleh karenanya warga empat dusun itu sepakat untuk... more »
  • 28-06-15

    Menjelajah ke Museum

    Replika Masjid Agung Demak juga terdapat di museum ini. Replika masjid juga terbuat dari kayu jati, setinggi sekitar 1 meter. Replika Masjid Agung... more »