Melalui Lukisan Jupri Menggugat Human Trafficking

14 Jan 2016 Penutupan pameran lukisan dari pelukis Jupri Abdullah dengan tema “Human Trafficking” yang dilangsungkan di Tembi Rumah Budaya mulai 14 Desember 2015-10 Januari 2015 ditandai dengan diskusi yang menghadirkan dua pembicara yakni Kuss Indarto (kurator dan kritikus seni rupa) dan Rindang Farihah (Direktur Mitra Wacana Women Center) dan moderator Slamet Riyadi Sabrawi. Diskusi yang dilangsungkan di Ruang Mrican Tembi Rumah Budaya dengan tema Human Trafficking dalam Karya Jupri Abdullah ini dihadiri sekitar 50 orang peserta.   Dalam paparannya Kuss Indarto antata lain menyampaikan bahwa karya seni bisa menjadi media ekspresi yang sangat personal, yang bahkan orang lain sering tidak tahu apa pesan yang hendak disampaikan senimannya. Hal demikian dapat dicontohkan misalnya dalam karya-karya almarhum Nashar. Namun seni juga bisa menjadi media kesaksian atas segala sesuatu, misalnya bisa dilihat dalam karya-karya Joko Pekik. Bisa juga menjadi alat koreksi atau kritik sosial, menjadi penyeimbang problem-problem sosial kemasyarakatan. Karya seni bisa juga menjadi sistem tanda ruang baru. Pada sisi ini cakupan fungsi karya seni bisa merambah ke banyak sisi, maksud, dan pesan.    Apa yang dilakukan Jupri Abdullah dengan karyanya yang bertemakan “Human Trafficking” bisa disebut sebagai media atau alat ekspresi sosial. Jupri merasa gelisah dengan banyaknya kasus human trafficking yang menimpa warga Indonesia. Kegelisahan ini mendorong Jupri untuk meriset, mendalami kasus-kasus human trafficking yang sesungguhnya bukan hanya menjadi kegelisahannya pribadi, namun juga kegelisahan sosial. Melalui riset ini kemudian Jupri merenung, berdialog di dalam dirinya, serta kemudian menuangkannya dalam karya seni (lukisan). Karya Jupri bisa disebut sebagai karya kesaksian itu. Kesaksian Jupri melalui karya seni ini bersifat menggugah dan mungkin juga menggugat.    Apa yang digelisahkan Jupri ini memang merupakan kenyataan yang terjadi di Indonesia. Hal demikian ditegaskan oleh Rindang Farihah. Antara lain Rindang menyampaikan bahwa ada cukup banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi korban human trafficking di antaranya adalah minimnya informasi dan tanggung jawab dari perekrut, minim pengalaman dan pendidikan sehingga mudah tertipu, kesenjangan budaya, buta hukum, pemalsuan identitas yang tidak disadari baik oleh pemegang identitas maupun petugas pembuat identitas, dan jebakan utang.   Sedangkan para korban trafficking ini bisa pria atau perempuan. Namun yang terbanyak umumnya adalah perempuan miskin, perempuan pendidikan minim, perempuan korban kekerasan, perempuan kepala rumah tangga, perempuan dengan usia produktif, dan perempuan korban bencana dan konflik.    Sebagai senirupawan dan sekaligus mantan jurnalis, Jupri memiliki banyak pengalaman, pengamatan, dan intuisi yang tajam berkaitan dengan segala macam kegelisahan sosial kemasyarakatan yang terjadi. Hal ini mengusik batinnya dan akhirnya menjadi inspirasi bagi karya kreatifnya. Jupri tampaknya memang tidak bisa tidak gelisah. Untuk itu tidak aneh jika karyanya kemudian juga terlihat unik. Baik dari sisi tema atau gagasan, kemasan, pemilihan material, gaya, dan daya cakupan yang selalu mencoba terus meluas. Kegelisahan Jupri inilah yang kemudian ditularkannya kepada masyarakat untuk ikut terlibat, tergerak, dan bersama-sama memerhatikan dan ikut mengatasi segala persoalan sosial yang masih banyak terjadi di Indonesia.   Naskah dan foto:a.sartono Dari kiri ke kanan: Rindang Farihah, Kuss Indarto, dan Slamet Riyadi Sabrawi, difoto: Kamis, 7 Januari 2016, foto: a.sartono Suasana diskusi Human Trafficking dalam Karya Jupri Abdullah di Ruang Mrican, Tembi Rumah Budaya, difoto: Kamis, 7 Januari 2016, foto: a.sartono Jupri Abdullah, difoto: Kamis, 7 Januari 2016, foto: a.sartono Berita BUDAYA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 19-01-16

    Konser Perkusi, Aksi

    Suguhan aksi Kelompok Studi Perkusi (Kesper) berhasil menyita perhatian para penonton. Dengan menampilkan suguhan yang atraktif membuat  ... more »
  • 19-01-16

    Sistem Religi Bonoke

    Judul   : Sistem Religi Komunitas Adat Bonokeling, di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas Penulis   : Bambang... more »
  • 19-01-16

    Rekaman Gambar Pembu

    Buah kelapa boleh dikatakan identik dengan identitas Indonesia atau juga negara dan pulau-pulau di Asia-Pasifik. Buah ini menjadi sesuatu yang... more »
  • 18-01-16

    Bahasa Bagongan, Han

    Judul    : Bahasa Bagongan Penulis    : Soepomo Poedjosoedarmo, Laginem Penerbit    : Balai Bahasa, 2014... more »
  • 18-01-16

    Wisuda Kursus MC Bah

    Satu per satu nama-nama para wisudawan kursus master of ceremony (MC) Bahasa Jawa angkatan ke-33 Tembi Rumah Budaya dibacakan untuk kemudian naik... more »
  • 18-01-16

    Endhek Wiwitane Dhuw

    Peribahasa Jawa di atas secara harafiah berarti rendah permulaannya tinggi (pada) akhirnya. Hal ini bisa dicontohkan misalnya dengan pertumbuhan... more »
  • 16-01-16

    No Regrets, Menerjem

    Pertunjukan drama musikal berjudul “No Regrets” yang berlangsung pada Kamis 7 Januari 2016 di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta menuai decak kagum... more »
  • 16-01-16

    Rabu Pon Hari Baik,

    Perhitungan ini sering disebut perhitungan Panca Suda. Panca = 5 dan suda = kurang. Maksudnya 5 dikurangi 1 atau 5 kurang 1 sama dengan 4. Ada empat... more »
  • 16-01-16

    Indro Warkop Jadi Ko

    Kirab Jumenengan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam X tanggal 7 Januari 2016 disambut antusias oleh ribuan orang Yogyakarta dan sekitarnya... more »
  • 15-01-16

    Rupa Puisi Perupa Da

    Sastra Bulan Purnama edisi ke-52, bulan Januari 2016, akan menampilkan para perupa, yang menulis puisi. Mereka masih tetap sebagai perupa, tetapi... more »