Ikhtiar Membangun Karier Musik di Kancah International

14 Jul 2015 Membuat jaringan merupakan salah satu cara kita bagaimana memperkenalkan hasil kreasi kita keluar. Sekarang ada begitu banyak sarana dan prasarana yang dapat digunakan. Blog, Facebook, Twitter, Whatsapp, dan lain-lain sangat membantu dalam membentuk jaringan dan untuk mempublikasikan karya ke ranah internasional.

Ada banyak orang yang membuat produk, termasuk produk-produk kreatif karya seni. Musik salah satunya. Namun ada begitu banyak pula produk kreasi seni yang tidak bisa “keluar” dan dinikmati (dibeli) banyak orang di dunia internasional. Kegelisahan ini yang tampaknya menggerakkan Fombi (Forum Musik Tembi) untuk menyelenggarakan worshop dengan tema “Go International: Membangun Karier Musik dan Seni di Kancah Internasional.” Workshop diselenggarakan di Ruang Mrican Tembi Rumah Budaya, Jumat, 10 Juli 2015 pukul 15.30-18.00 WIB. Workshop dibuka untuk umum dan gratis.

Pemateri workshop ini adalah Djaduk Ferianto (produser/komposer), Leonardo Paskovic (Moon June Records), Arlo Hennings (Indojazzia), dan Heri Dono (Installation Artist), Ajie Wartono (Ardiafm, Yogyakarta), dan Royke B. Koapaha (ISI Yogyakarta). Bertindak sebagai moderator adalah Rizky Summerbee.

Persoalan sulit menjual produk tampaknya menghinggapi semua pembuat atau penghasil. Musik pun demikian. Sebenarnya potensi musik Indonesia luar biasa. Hery Dono menyebut Indonesia adalah “kebun inspirasi.” Artinya ketersediaan materi untuk digarap itu tidak akan ada habisnya. Hanya saja untuk mempublikasikan keluar dari negara Indonesia itu yang masih sering menemukan banyak kendala.

Djaduk Ferianto tidak setuju dengan istilah “go international.” Menurut dia istilah ini berbau inferior, karena Indonesia sebagai bangsa dan negara adalah bagian dari internasional itu. Kalau pun toh kita menawarkan atau mementaskan musik produk kita ke mancanegara itu adalah bagian dari keinternasionalan kita. Untuk itu memang diperlukan berbagai kiat.

Membuat jaringan merupakan salah satu cara kita bagaimana memperkenalkan hasil kreasi kita keluar. Sekarang ada begitu banyak sarana dan prasarana yang dapat digunakan. Blog, Facebook, Twitter, Whatsapp, dan lain-lain sangat membantu dalam membentuk jaringan dan untuk mempublikasikan karya ke ranah internasional. Kita dituntut lebih kreatif menggunakan sarana-sarana yang demikian. Sebab ada banyak orang mancanegara yang sangat tertarik dengan seni budaya Indonesia termasuk musik. Namun mereka juga mengalami kendala bagaimana mereka bisa “masuk” dan “membeli” semuanya itu.

Seni musik Indonesia juga terbilang lemah dalam beberaps sisi, misalnya seni sastranya. Orang sering mengatakan sastra dalam musik Indonesia demikian miskin. Orang manca sering tidak habis pikir mengapa seni sastra dalam musik Indonesia hanya berisi kata “kamu” dan “aku.”

Hal lain yang bisa dilakukan untuk “menjual” musik Indonesia adalah dengan cara asongan atau melalui jalur industri. Cara asongan dapat ditempuh misalnya dengan membuat contoh musik dalam CD dan kemudian diedarkan. CD pada sisi ini mungkin lebih bersifat sebagai semacam katalog. Tidak perlu malu melakukan semua itu demi sebuah keberhasilan ke depan. Bisa juga ditempuh cara dengan melalui festival-festival yang ada atau masuk ke industri yang ada. Barangkali juga kedua-duanya bisa ditempuh.

Secara umum Arlo Hennings menyoroti bahwa jaringan musik di Indonesia kebanyakan masih antarmereka sendiri. Belum keluar dalam jaringan yang lebih luas dan terbuka. Misi music conference belum ada. Edukasi musik tampaknya juga belum ada. Umumnya pula di Indonesia produk musik dijual secara individual. Pada sisi ini diperlukan music marketing. Masalah permusikan di Indonesia bisa dikatakan kompleks, dan itu adalah tantangan.

Naskah dan foto:a.sartono

Heri Dono dan Djaduk Ferianto pembicara dalam workshop Go International: Membangun karier Musik dan Seni di Kancah Internasional memadati ruang Mrican Tembi Rumah Budaya, difoto: 10 Juli 2015, foto: a.sartono Peserta workshop Go International: Membangun karier Musik dan Seni di Kancah Internasional memadati ruang Mrican Tembi Rumah Budaya, difoto: 10 Juli 2015, foto: a.sartono Berita BUDAYA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 01-08-15

    Hari Baik dan Hari J

    Orang yang lahir pada Selasa Kliwon, pada periode usia 0 s/d 12 tahun, adalah ‘PA’ Pandhita, baik. Usia 12 s/d 24 tahun, adalah ‘SA’ Sunan, baik.... more »
  • 01-08-15

    Tajong Samarinda Dib

    Tajong Samarinda pada mulanya dibawa oleh para pendatang Suku Bugis Wajo yang berpindah ke Samarinda karena tidak mau patuh pada perjanjian Bongaja... more »
  • 01-08-15

    UU Tata Niaga Gula d

    Di Perpustakaan Tembi tersimpan dengan baik buku lawas ini yang berisi tentang undang-undang tata niaga gula di Hindia Belanda. Peraturan ini... more »
  • 31-07-15

    Kue Cubit Kudapan Po

    Berawal dari makanan cemilan gerobak yang banyak dijual di sekolah-sekolah dasar, kue mungil berbahan dasar tepung ini semakin populer bahkan “naik... more »
  • 31-07-15

    mas Bekel

    mas Bekel more »
  • 28-07-15

    Masalah Ekologi Indo

    Buku ini berisi tentang masalah ekologi terutama di Indonesia dalam perspektif dekade 1950-an. Pertambahan jumlah penduduk mau tidak mau memang akan... more »
  • 28-07-15

    From The New World d

    Indonesian Youth Symphony Orchestra (IYSO) kembali tampil di Tembi Rumah Budaya dengan melibatkan banyak anggota Sri Aman Orchestra, Malaysia,... more »
  • 28-07-15

    Penggurit Dua Kota A

    Para penggurit dari dua kota, Yogyakarta dan Surabaya, akan tampil bersama dalam launching antologi geguritan karya masing-masing penggurit, Jumat 31... more »
  • 28-07-15

    Prajurit Mantrijero

    Prajurit Mantrijero Sarahasta atau pembawa tombak terdiri atas beberapa jenjang kepangkatan, yakni Wedana dan Lurah, Operwahmister (Wirawredhatama)... more »
  • 28-07-15

    Warangka Ladrang (1)

    Ladrang adalah salah satu ragam bentuk warangka keris gaya Surakarta, sedangkan versi Yogyakarta disebut dengan nama branggah, walaupun keduanya... more »