Dewi Nugroho, Penggagas Museum Batik dan Sulaman Yogyakarta, Telah Berpulang

18 Jun 2016 Keluarga besar Badan Musyawarah Musea (Barahmus) DIY, organisasi museum di Yogyakarta,  kehilangan salah satu anggotanya, yaitu Dewi Nugroho (85 tahun), pendiri Museum Sulaman Yogyakarta. Ia telah menghadap Tuhan pada hari Rabu 8 Juni 2016 dan dimakamkan pada Senin (13/6). Jenazah diberangkatkan dari Museum Batik dan Sulaman Yogyakarta, Jalan Dr Sutomo 13 Kota Yogyakarta. Seminggu sebelumnya, salah satu pengurus Barahmus DIY, yaitu Beny Sugito (Bendahara II Barahmus) juga telah berpulang ke Sang Ilahi.

Selama sekitar 40 tahun hidup Dewi Nugroho diabdikan untuk Museum Batik yang didirikan bersama suaminya, Hadi Nugroho pada 12 Mei 1977.  Bahkan di hari kemudian, ia menggagas Museum Sulaman, yang berada satu lokasi dengan Museum Batik. Museum Sulaman resmi dibuka pada 12 Mei 2001. Gagasan membuat sulaman acak sendiri telah muncul sejak tahun 1980-an.

Karya spektakuler sulaman acak yang dibuat Dewi Nugroho berukuran 90 cm x 400 cm, berjudul “Penyaliban Tuhan Yesus di Golgota”. Bahkan karya yang dibuat sekitar 3,5 tahun itu  telah masuk rekor MURI. Bukan hanya karya itu saja yang mengagumkan, tetapi juga karya-karya lain yang berupa potret presiden RI dan tokoh-tokoh nasional, seperti Ir Sukarno, Suharto, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, RA Kartini, Sudarmono, Adam Malik, Umar Wirahadikusuma, Pangeran Diponegoro, dan Hamka. Karya-karya itu tampak hidup sekali jika dicermati.

Bahkan sulaman acak potret Presiden Pertama Ir Sukarno, Presiden kedua Suharto, dan Sri Sultan HB IX pernah dikirim ke Museum Bung Karno, ke Cendana, dan ke Keraton Kasultanan Yogyakarta. Namun demikian, Museum Sulaman masih memiliki koleksi serupa. Tidak hanya itu, koleksi lain yang jumlahnya ada sekitar 50 buah, sebagian melukiskan tokoh internasional, seperti Ronald Reagan, Corazon Aquino, Paus Yohanes Paulus II, dan Mother Theresia. Sebagian lagi berupa koleksi flora fauna, dan potret anggota keluarga.

Dewi Nugroho bersama suaminya sudah terlebih dahulu mendirikan Museum Batik. Ada ratusan koleksi batik dari berbagai wilayah yang berusaha diselamatkan dan diperkenalkan kepada masyarakat, baik batik khas Solo, Yogyakarta, Pekalongan, China, dan Eropa. Bahkan salah satu koleksi batiknya berasal dari abad ke-18. Hal itu dilakukan karena kecintaannya kepada batik, seperti yang diwariskan orangtuanya.

Dewi ingin masyarakat mengenal dan menghargai batik sebagai warisan nenek moyang. Selama 40 tahun, ia bersama suami berusaha mengembangkan Museum Batik. Berulangkali Museum Batik direnovasi agar terlihat representatif. Dan setiap waktu, hingga di hari terakhirnya, Dewi Nugroho setia menunggu Museum Batik dan Sulaman. Begitulah yang ditangkap Tembi, ketika berulang kali mengunjungi Museum Batik, untuk bersilaturahmi dengan pemilik, penggagas, pengelola dan mengenal lebih dekat koleksi-koleksinya.

Selamat jalan Ibu Dewi Nugroho (Museum Batik dan Sulaman Yogyakarta) dan juga Pak Beny Sugito (Museum Monjali Yogyakarta), semoga jasa baikmu di dunia museum, selalu dikenang oleh para handai taulan dan masyarakat pencinta museum.

Naskah dan Foto:Suwandi

Barahmus DIY Berkabung Atas Meninggalnya Dewi Nugroho & Beny Sugito Barahmus DIY Berkabung Atas Meninggalnya Dewi Nugroho & Beny Sugito Barahmus DIY Berkabung Atas Meninggalnya Dewi Nugroho & Beny Sugito Barahmus DIY Berkabung Atas Meninggalnya Dewi Nugroho & Beny Sugito Berita BUDAYA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 25-06-16

    Puisi Di Bawah Bulan

    Sastra Bulan Purnama (SBP) edisi 57, yang diselenggarakan di Amphytheater Tembi Rumah Budaya, Senin, 20 Juni 2016 betul-betul dihiasai Bulan Purnama... more »
  • 25-06-16

    Senin Pon Pekan ini

    Memasuki mangsa Kasa. Usia mangsa Kasa 41 hari terhitung mulai 22 Juni sampai dengan 1 Agustus 2016. Candrane: Sotya Murca ing Embanan (mata cincin... more »
  • 25-06-16

    Serat Tunggul Jati,

    Bagi masyarakat Jawa, ada pandangan hidup, jika ingin menuju kesempurnaan hidup maka harus bisa menyelaraskan kebutuhan jasmani dan rohani. Apabila... more »
  • 24-06-16

    Puisi Di Bawah Bulan

    Tiga orang pembaca puisi tampil membacakan puisi, dan menariknya ketiganya lebih banyak bergulat dibidang seni rupa, tetapi terbiasa bersentuhan... more »
  • 23-06-16

    Pelajar SMP Bopkri G

    Walaupun di bulan Ramadhan, kunjungan pelajar ke museum tetap berjalan, salah satunya ke Tembi. Mereka diajak ke museum, agar mengenal sejarah,... more »
  • 23-06-16

    In Memoriam Jon Bati

    Jon, tak pernah lepas dari gitar. Pada banyak pembukaan pameran di Yogya, seringkali dia tampil dengan petikan gitar untuk mengisi acara. Dia banyak... more »
  • 21-06-16

    Pelajar SMP Bopkri G

    “Kolamnya Indah Banget..!”  Ungkap rombongan pelajar SMP Bopkri Godean yang baru saja diajak keliling ke Tembi Rumah Budaya dalam kunjungannya... more »
  • 21-06-16

    Prabakusuma Remaja y

    Asma kinarya japa, yang artinya bahwa nama adalah ‘media’ orang tua untuk mendaraskan doa serta harapan bagi si anak. Demikianlah selanjutnya ketika... more »
  • 20-06-16

    Pada Rabu Pon Pekan

    Pranatamangsa: mangsa Karolas berakhir pada 21 Juni 2016 dan memasuki mangsa Kasa. Usia mangsa Kasa 41 hari terhitung mulai 22 Juni sampai dengan 1... more »
  • 20-06-16

    Liputan Kongres Orga

    Setelah organisasi Boedi Oetomo (BO) terbentuk di tahun 1908, kemudian di tahun-tahun selanjutnya bermunculanlah organisasi-organisasi pergerakan... more »